Mengapa ada Hari Kanker Sedunia? Ini kata Guru Besar FIKES Esa Unggul

Esaunggul.ac.id, Komunitas kanker global memperingati Hari Kanker Sedunia tahun 2024 ini pada tanggal 4 Februari, dengan slogan “Close the care gap”.
Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Secara global, diperkirakan terdapat 20 juta kasus baru kanker dan 10 juta kematian akibat kanker. Diperkirakan beban penanggulangan kanker akan meningkat sekitar 60% selama dua dekade mendatang, sehingga semakin membebani sistem kesehatan masyarakat.
Lantas bagaimana tema, makna dan pentingnya hari Kanker Sedunia tahun 2024 ini, berikut ini rangkuman perbincangan dengan Prof. Maksum Radji, Guru Besar Prodi Farmasi FIKES, Universitas Esa Unggul Jakarta.
Prof. Maksum menjelaskan bahwa penyakit kanker saat ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkiraan beban global akan meningkat menjadi sekitar 30 juta kasus kanker baru pada tahun 2040 nanti. Adapun peningkatan beban kesehatan tidak hanya terjadi di negara-negara maju akan tetapi juga akan dialami oleh negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
“Hari Kanker Sedunia yang setiap tahunmya diperingati pada tanggal 4 Februari, di seluruh dunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang kanker, mengadvokasi akses yang adil terhadap layanan kesehatan, dan merayakan kemajuan yang telah dicapai dalam memerangi penyakit mematikan ini. Adapun tema Hari Kanker Sedunia tahun 2024 adalah “Close the care gap.” Tema ini menyoroti kesenjangan dalam perawatan kanker yang ada di seluruh dunia. Masyarakat di wilayah tertentu dengan latar belakang sosial ekonomi rendah dan komunitas marginal seringkali menghadapi hambatan besar dalam mengakses upaya pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker yang berkualitas”, paparnya.
Prof. Maksum menambahkan bahwa berbagai hambatan dalam upaya penanggulangan kanker antara lain meliputi, kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan, terutama di daerah pedesaan sehingga mempersulit orang untuk melakukan skrining kanker atau menerima pengobatan tepat waktu.
Kendala lainnya adalah biaya pengobatan kanker bisa sangat besar, bahkan di negara maju, sehingga dapat menghalangi orang untuk mencari perawatan yang mereka perlukan. Selain itu, kurangnya kesadaran tentang gejala dan risiko kanker dapat menghalangi orang untuk mencari diagnosis dan pengobatan dini.
“Untuk menutup kesenjangan dalam akses perawatan dan pengobatan inilah maka tema Hari Kanker Sedunia tahun 2024 yaitu “Tutup Kesenjangan Perawatan” dibuat guna memastikan bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakang ekonomi atau kondisinya, memiliki akses terhadap perawatan kanker yang mereka perlukan. Tema Hari Kanker Sedunia 2024 ini merupakan tema tahun ketiga, dimana tema ini telah dicanangkan sama selama 3 tahun sejak tahun 2022 yang lalu. Tema dari 3 tahun kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kurangnya kesetaraan dalam perawatan kanker yang terjadi di dunia”, paparnya.

Sejarah Hari Kanker Sedunia
Dengan mengacu pada laman https://nationaltoday.com/world-cancer-day/ Prof. Maksum menjelaskan bahwa Hari Kanker Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Februari untuk meningkatkan kesadaran tentang kanker, mendorong pencegahan, deteksi, dan pengobatannya, serta menyatukan upaya secara global untuk melawan penyakit mematikan ini, pertama kali ditetapkan pada KTT Dunia Melawan Kanker di Paris pada tanggal 4 Februari 2000 yang lalu.
Inisiatif untuk memperingati Hari Kanker Sedunia ini diinisiasi oleh Union for International Cancer Control (UICC), sebuah konsorsium global yang beranggotakan lebih dari seribu organisasi yang bekerja di bidang kanker. UICC, didirikan pada tahun 1933, berdedikasi untuk mempromosikan pencegahan dan pengendalian kanker dalam skala global. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi dampak global kanker dengan mendorong pendekatan kolaboratif antara pemerintah, organisasi, profesional kesehatan, dan individu. Hari Kanker Sedunia menekankan bahwa setiap orang mempunyai peran dalam memerangi kanker, dan upaya kolektif yang signifikan untuk bekerjasama melawan penyakit kanker.

Kasus Penyakit Kanker di Indonesia
Prof. Maksum menjelaskan bahwa kanker masih menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Penyakit kanker di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) kasus kanker Indonesia pada tahun 2020 mencapai 396.914 kasus. Sedangkan total kematian akibat penyakit kanker sebesar 234.511. Menurut data Kemenkes RI kanker merupakan penyakit paling mematikan nomor tiga di Indonesia, setelah stroke dan penyakit jantung. Adapun jenis kanker yang tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara dengan 65.858 kasus atau 16,6 persen dari total seluruh kasus kanker. Sedangkan urutan kedua adalah kanker serviks dengan 36.633 kasus, dan ketiga adalah kanker paru sekitar 34.783 kasus.
“Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan penyakit kanker ini adalah masih rendahnya skrining dan deteksi dini penyaklit kanker, sehingga sebagian besar pasien kanker baru terdeteksi setelah stadium lanjut. Padahal tingkat kesembuhan penderita kanker semakin tinggi jika kasusnya ditemukan saat stadium dini. Oleh sebab itu, sangatlah penting melakukan deteksi dini kanker melalui skrining. Sayangnya memang kesempatan untuk melakukan deteksi dini penyakit kanker ini masih terbatas bahkan masih tergolong rendah di Indonesia”, tuturnya.
Prof. Maksum menambahkan bahwa telah terjadi fenomena yang mengkhawatirkan yaitu adanya pergeseran usia penderita kanker yang sebelumnya didominasi oleh pasien usia lanjut, kini kasus kanker baru meningkat pesat di kalangan dewasa muda. Hal ini berdasarkan temuan terbaru yang dipublikasikan dalam British Medical Journal (BMJ) Oncology yang dirilis pada September 2023, berjudul Global trends in incidence, death, burden and risk factors of early-onset cancer from 1990 to 2019, menunjukkan bahwa pada 2019, diagnosis kanker baru di kalangan usia di bawah 50 tahun berjumlah 1,82 juta orang, meningkat 79 persen dibandingkan angka tahun 1990, selama tiga dekade terakhir.
Pada hasil penelitian kolaborasi yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai institusi tersebut, juga disebutkan bahwa dari 29 jenis kanker di 204 negara dan beberapa wilayah, prevalensi kasus kanker payudara merupakan kasus tertinggi yaitu 13.7 per 100.000 orang dengan tingkat mortalitas sebesar 3,5 per 100.000 orang pada populasi global.
“Pada penelitian ini juga ditemukan sebanyak 1,06 juta orang berusia di bawah 50 tahun meninggal karena kanker pada tahun 2019, meningkat 28 persen dibandingkan angka pada tahun 1990. Angka kematian tertinggi setelah kanker payudara, adalah kanker tenggorokan, paru-paru, kanker gastro intestinal, serta kanker ginjal dan ovarium”, imbuhnya.

Upaya Pencegahan Kanker
Prof. Maksum menganjurkan untuk pencegahan penyakit kanker antara lain adalah dengan menerapkan gaya hidup aktif dan pola hidup sehat guna mengurangi risiko terkena kanker. Aktif berolahraga seraca rutin dan upayakan mengkonsumsi makanan yang sehat. Penting untuk diingat bahwa faktor individu, seperti genetika dan usia, juga berperan dalam risiko kanker. Beberapa hal yang perlu diketahui untuk pencegahan kanker abtara lain adalah, diet sehat dengan mengonsumsi beragam buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan; batasi daging merah dan daging olahan; pilih sumber protein tanpa lemak. Selain itu, usahakan untuk olahraga secara rutin dan menjaga berat badan yang sehat. Hindari merokok dan paparan asap rokok, hindari paparan sinar matahari berlebihan untuk mengurangi risiko kanker kulit, serta hindari paparan karsinogen lingkungan.
“Vaksinasi untuk mencegah infeksi virus yang dapat meningkatkan risiko kanker, seperti human papillomavirus (HPV) dan virus hepatitis B dapat dilakukan untuk mencegah kanker serviks dan kanker hati. Disamping itu lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk deteksi dini kanker tertentu, seperti mammogram, Pap smear, dan kolonoskopi. Jika seseorang memiliki riwayat keluarga yang mengidap kanker, pertimbangkan untuk melakukan konseling genetik guna menilai risiko dan tindakan upaya pencegahannya”, tutup Prof. Maksum, mengakhiri perbincangan ini.

***