Maksum Radji Ahli Farmasi UEU

Maksum Radji Ahli Farmasi UEU

Esaunggul.ac.id, BPOM Izinkan Penggunaan Darurat Obat Baru Paxlovid untuk SARS CoV-2. Pada pertengahan bulan Juli 2022 yang lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Obat Paxlovid.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pada awal tahun 2022 yang lalu juga mengatakan bahwa melalui kesepakatan dengan Medicines Patent Pool, organisasi nirlaba yang didukung oleh PBB, memungkinkan Paxlovid buatan Pfizer ini diproduksi di dalam negeri. Terapi oral khusus untuk SARS-CoV-2 sangat dibutuhkan guna mencegah rawat inap dan mencegah risiko kematian.

Untuk mengetahui informasi seputar obat baru antivirus SARS-CoV2 ini ahli mikrobiologi dan Farmasi dari Universitas Esa Unggul Jakarta, yang sekaligus Pembina Prof Dr Maksum Radji M.Biomed menjelaskan BPOM secara resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Obat Paxlovid tablet salut selaput, sebagai obat Covid-19, setelah sebelumnya menerbitkan EUA untuk antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022).

“Adanya tambahan jenis antivirus untuk penanganan Covid-19 yang memperoleh EUA ini menjadi salah satu alternatif dalam penatalaksanaan Covid-19 di Indonesia. Paxlovid adalah antivirus oral dalam bentuk kombipak, yaitu terdiri dari 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama lima hari,” terangnya.

Maksum pun menerangkan Obat ini digunakan untuk mengobati Covid-19 pada orang dewasa dengan gejala sedang dan ringan yang hanya boleh dikonsumsi berdasarkan rekomendasi dokter. Paxlovid diberikan bagi pasien Covid-19 yang tidak memerlukan bantuan oksigen dan yang berisiko tinggi terjadinya keparahan COVID-19. Sehingga dengan pemberian Paxlovid ini dapat menghindari gejala penyakit yang berat dan dapat menghindari perawatan di rumah sakit.

“Berdasarkan hasil uji klinik fase 2 dan 3 menunjukkan Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi atau kematian sebesar 89 persem pada pasien dewasa Covid-19 dengan komorbid (penyakit penyerta), serta dikatakan mampu melawan beberapa varian virus SARS CoV-2 termasuk varian Omicron,” ucapnya.

Berdasarkan efektivitas Paxlovid dalam melawan virus SARS-Cov-2, obat ini berpotensi menjadi antivirus oral kedua yang digunakan dalam pengobatan Covid-19, setelah sebelumnya Molnupiravir lebih dulu mendapatkan EUA untuk pengobatan Covid-19dari BPOM.

Paxlovid bukan suatu repurposing drug, tapi merupakan obat antiviral baru yang dikembangkan khusus oleh Pfizer untuk menghambat replikasi virus SARS CoV-2.

Obat ini merupakan kombinasi antara senyawa inhibitor protease SARS CoV-2 yaitu Nirmatrelvir dan Ritonavir. Nirmatrelvir adalah inhibitor dari enzim protease utama (Main protease = Mpro). Enzim protease utama (Mpro) ini berperan penting dalam replikasi virus SARS CoV-2.

Enzim protease utama (MPro) ini berperan sentral pada sintesis RNA virus SARS CoV-2, pada proses transkripsi dan translasi protein struktural virus, serta morfogenesis dan pelepasan virus dari sel inang. Sehingga penggunaan Paxlovid yang merupakan inhibitor dari enzim protease utama (Mpro) ini dapat menyebabkan virus gagal untuk bereplikasi.

Nirmatrelvir ini dikombinasikan dengan ritonavir dosis rendah yaitu senyawa yang berfungsi untuk memperlambat metabolisme nirmatrelvir oleh enzim sitokrom dalam hati, agar konsentrasi senyawa nirmatrelvir tetap tinggi dan efektif dalam dalam waktu tertentu, dalam memblokir replikasi virus SARS-CoV-2 di dalam tubuh manusia.

Kapan harus mengonsumsi Paxlovid dan berapa dosis Paxlovid?

Maksum pun mengatakan Beberapa ahli menyarankan bahwa Paxlovid bekerja paling baik pada awal perjalanan penyakit yaitu dalam lima hari pertama gejala Covid-19 muncul. Oleh sebab itu, Paxlovid harus diminum segera setelah gejala Covid-19 muncul bagi orang-orang yang berisiko tinggi. Sebab jika infeksi virus sudah lebih dari satu minggu, kerusakan dalam tubuh menjadi semakin parah dan tidak bisa hanya diberikan antiviral, karena memerlukan terapi suportif lainnya.

Adapun dosis Paxlovid yang dianjurkan adalah tiga obat Paxlovid yang terdiri dari 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) diminum bersama-sama, 2 kali sehari selama lima hari. Dengan demikian dibutuhkan 30 tablet Paxlovid selama lima hari.

Paxlovid diberikan pada pasien dewasa di atas 12 tahun dengan berat badan lebih dari 40 Kg, yang memiliki hasil tes Covid-19 positif dan berisiko tinggi untuk mengalami keparahan, misalnya pasien yang positif Covid-19 memiliki komorbid termasuk kanker, diabetes, obesitas, atau pasien lansia yang berusia di atas 65 tahun.

Efektivitas Paxlovid

Dilansir pada laman New England Journal of Medicine pada bulan Februari 2022 yang lalu, Maksum mengungkapkan berdasarkan uji klinis acak tersamar ganda dan terkontrol dilaporkan bahwa dari  2.246 pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dengan gejala Covid-19 yang belum divaksin berusia 60 tahun atau lebih memiliki setidaknya satu kondisi medis kronis yang berisiko tinggi terkena Covid-19 yang parah, menunjukkan bahwa efektifitas Paxlovid adalah sekitar 89 persen dalam mencegah risiko rawat inap dan kematian.

“Dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberikan plasebo, pasien yang diberikan Paxlovid selama 5 hari setelah munculnya gejala Covid-19 hanya 0.8 persen yang dirawat di rumah sakit atau meningggal, dibandingkan dengan 6.3 persen pasien yang diberikan plasebo, atau mencegah risiko dirawat di rumah sakit atau kematian akibat Covid-19sekitar 87,8 persen. Sedangkan pasien yang menerima Paxlovid dalam waktu tiga hari setelah gejala Covid-19 muncul, memiliki risiko 88,9 persen lebih rendah untuk dirawat di rumah sakit atau kematian.” ucapnya.

Studi ini juga menemukan bahwa pasien yang diobati dengan Paxlovid memiliki viral load sekitar 10 kali lebih rendah daripada mereka yang menerima placebo. Hal ini membuktikan bahwa Paxlovid mampu mencegah replikasi SARS CoV-2 pada manusia.

Keamanan Paxlovid

Berdasarkan data hasil uji klinis, Paxlovid dinyatakan aman. Dalam uji klinik terhadap pasien Covid-19 yang berisiko tinggi di mana pasien menggunakan obat selama lima hari, tidak menimbulkan masaah yang serius. Beberapa efek samping yang terpantau adalah adanya perubahan indera perasa sementara, diare dan muntah, nyeri otot dan peningkatan tekanan.

Paxlovid, harus digunakan dengan kehati-hatian pada orang yang mengidap penyakit hati dan ginjal. Paxlovid juga dapat berinteraksi dengan sejumlah besar obat, antara lain termasuk obat penurun kolesterol, obat aritmia jantung, antikoagulan, atau pengencer darah.

Hal ini disebabkan oleh senyawa ritonavir pada Paxlovid, yang bekerja untuk menghambat enzim sitokrom guna mempertahankan kadar nirmatrelvir dalam tubuh. Karena enzim sitokrom dalam hati ini juga dibutuhkan untuk memetabolisme beberapa jenis obat, maka akan dapat menyebabkan adanya interaksi obat pada pasien yang menggunakan obat lainnya.

Karena Paxlovid ini dielimunasi melalui ginjal, maka bagi pasien yang memiliki gangguan ginjal sedang, harus diberikan dosis Paxlovid yang lebih rendah, sedangkan mereka yang memiliki gangguan ringan dapat diberikan dosis normal, dan mereka yang memiliki gangguan ginjal berat tidak boleh diberikan Paxlovid sama sekali.

Apakah Paxlovid Berfungsi sebagai Pencegahan

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Pfizer pada akhir April 2022 yang lalu disebutkan bahwa Paxlovid tidak dapat mencegah infeksi. Dalam studi yang melibatkan hampir 3.000 peserta yang secara acak diberikan Paxlovid dan plasebo selama 5 atau 10 hari dalam waktu 96 jam setelah terpapar atau kontak erat dengan anggota keluarga yang baru saja terinfeksi, hasilnya adalah masing-masing 32 Persen dan 37 persen lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi dibandingkan dengan plasebo. Tetapi hasil ini dinyatakan tidak signifikan secara statistik. Sehingga disimpulkan bahwa Paxlovid tidak dianjurkkan untuk pencegahan Covid-19.

Efek Paxlovid

Umumnya penggunaan Paxlovid tidak menimbulkan efek samping yang serius. Tetapi bila ditemukan efek yang tidak diinginkan dalam penggunaan Paxlovid perlu dihentikan. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain adalah alergi, gangguan tenggorokan, serak, gangguan indra perasa, nyeri otot, lelah, peningkatan tekanan darah, mual dan diare.

Oleh sebab itu bagi pasien yang menggunakan Paxlovid harus segera menghubungi Rumah Sakit terdekat jika mengalami efek samping obat yang tidak diinginkan.

Setelah ditemukan Paxlovid masih perlukah vaksin Covid-19

Dalam upaya penanggulangan penyakit infeksi, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Oleh sebab itu sekalipun sudah ada obat Covid-19 yang ditemukan, vaksinasi tetap menjadi bagian penting dari upaya pencegahan penyakit.

Yang perlu difpahami adalah Paxlovid oral ataupun Molnupiravir oral bukanlah untuk pencegahan primer. Program vaksinasi dan cakupan yang tinggi vaksinasi serta disiplin dalam penerapan protokol kesehatan merupakan langkah yang tepat dalam pengendalian pandemi.

Kesemuanya itu merupakan bagian dari ikhtiyar kita agar tidak terinfeksi virus SARS CoV-2, dan upaya agar wabah Pandemi Covid-19 ini segera terkendali dan berakhir.

Walaupun saat ini kasus harian di Indonesia relatif lebih rendah dari negara-negara lain, namun wabah Pandemi Covid-19 ini belum dinyatakan usai sepenuhnya. Selama virus SARS CoV-2 masih dapat menyebar dan menular, maka virus SARS CoV-2 masih terus dapat bermutasi, sehingga tampaknya pandemi ini masih belum akan berakhir dalam waktu dekat.

Namun, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cakupan vaksinasi yang relatif tinggi. Berdasarkan hasil sero survei pertama yang digelar pemerintah dan tim dari FKM UI pada November-Desember 2021 menunjukkan 86,6 persen penduduk Indonesia sudah memiliki antibodi terhadap SARS CoV-2. Pada sero survei tahap kedua pada April 2022 yang lalu, 99,2 persen masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2.