[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Foto Bersama Lembaga Bahasa dan Kebudayaan

Foto Bersama Lembaga Bahasa dan Kebudayaan

Esaunggul.ac.id, Dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah bahasa daerah di Indonesia mencapai 1211 bahasa yang tersebar di hampir 34 Provinsi. Namun sayangnya, melimpahnya kebudayaan bahasa di Indonesia tidak selaras dengan kebanggan masyarakatnya untuk menggunakan dan melestarikan bahasa daerahnya, hal ini terutama terjadi pada anak muda saat ini yang malu dan seakan malu terhadap bahasa daerahnya.

Untuk memberikan sosialisasi tentang pentingnya menjaga Bahasa Daerah, Lembaga Bahasa dan Kebudyaan Esa Unggul menggelar Seminar pada Jumat (26/10), yang mengangkat tema “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing: Kunci Sukses dalam Bersaing di Era Revolusi Industri 4.0.” Dalam seminar tersebut pembicara yang dihadirkan untuk memberikan materi yakni Dr.Joni Endardi, M.Hum Perwakilan dari Pusat Penegembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Foto Bersama Lembaga Bahasa dan Kebudayaan

Foto Bersama Lembaga Bahasa dan Kebudayaan

Dalam seminarnya Joni mengatakan saat ini Indonesia terancam kehilangan bahasa daerahnya yang beranekaragam. Dari 1211 bahasa yang ada di Indonesia terdapat 652 bahasa yang terancam punah dan 2.357 bahasa daerah yang menjadi pengamatan serius pemerintah.

“Dari banyaknya bahasa daerah yang terancam punah paling banyak terdapat di wilayah Papua sebesar 375 Bahasa, NTT NTB 80 Bahasa, Maluku 65 bahasa, Sulawesi 58 bahasa, Kalimantan 57 bahasa, Sumatera 26 bahasa dan yang masih aman ialah wilayah jawa & Bali sebesar 10 bahasa yang terancam punah,” tutur Joni di Universitas Esa Unggul, Jakarta Barat beberapa waktu lalu.

Joni menambahkan sebetulnya bahasa daerah di Indonesia memiliki keunikan sendiri bagi anak muda untuk mempelajarinya, baik dalam segi Gramatikalnya hingga pelafalannya memiliki arti yang beragam. Bahkan dalam satu kata saja bisa memiliki arti yang berbeda di tiap daerah.

“Sebetulnya jika kalian teliti bahasa-bahasa daerah itu memiliki keunikan tersendiri yang bisa kalian angkat menjadi suatu karya dan kreativitas yang dapat mengindentifikasi budaya kalian sebagai bangsa Indonesia yang beragam, saat ini sejumlah media dapat kalian manfaatkan untuk melestarikan budaya,” ujarnya.

Dirinya juga melanjutkan tantangan yang dihadapi saat ini untuk melestarikan bahasa daerah ialah teknologi. Teknologi mengubah kemudahaan akses terhadap sejumlah konten dan informasi kepada anak muda, sehingga banyak anak muda yang memilih konten dan Informasi yang tidak sesuai dengan indentitas budayanya. “Saat ini arus Informasikepada anak muda sangat deras dan gencar masuk dari luar, hal ini banyak mempengaruhi anak muda dalam berinteraksi sosial, tidak jarang mereka menggunakan bahasa hanya untuk gaya-gayan saja sehingga bahasa daerah banyak dilupakan,” terangnya.

Joni pun berharap anak muda terutama para mahasiswa Esa Unggul dapat melestraikan bahasa daerah sesuai dengan indentitas daerahnya masing-masing. Dan mudah-mudahan masyarakat mampu membangun pondasi bagi para anak-anak dengan kembali menggairahkan kebiasaan-kebiasaan budaya kita seperti bercerita dan berdongeng sebelum tidur tentunya dengan cerita rakyat dan menggunakan bahasa daerah.

“Saat ini kepunahan bahasa yang ada di Indonesia lebih dipengaruhi oleh perubahan kebiasaan yang banyak terjadi di masyarakat. Contohnya pondasi anak-anak Indonesia dulu banyak dipengaruhi dari dongeng-dongeng yang sering diceritakan oleh para orang tua sebelum tidur jadi karakter anak-anak sudah terbentuk sejak dini, sayangnya kebiasaan seperti ini telah banyak ditinggalkan di masyarakat, ” Tutupnya.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]