“PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN ETIKA HUKUM”
Oleh:
Dr. H. Darmono, SH, MH
Wakil Jaksa Agung, RI
[icon name=”star_2.png” url=”http://https://www.esaunggul.ac.id/index.php?mib=info.detail&id=63&title=Meningkatkan%20Profesionalisme%20dan%20Etika%20Penegak%20Hukum”] Disampaikan pada Seminar “Meningkatkan Profesionalisme dan Etika Sebagai Penegak Hukum” [/icon]
- Satya, berarti kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga, maupun kepada sesama manusia.
- Adhi, berarti kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggungjawab, bertanggungjawab baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga, dan terhadap sesama.
- Wicaksana, berarti bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangannya.
Doktrin ini kemudian dijabarkan dalam Tata Krama Adhyaksa sebagai kode etik Jaksa yang menjadi tuntutan, tata pikir, tata tutur dan tata laku dalam mewujudkan jati diri Jaksa mandiri yang mumpuni.
Dalam rangka mewujudkan jabatan penegak hukum sebagai jabatan profesi yang mempunyai tiga kualifikasi yaitu mempunyai keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), dan kesatuan (corporateness); dimulai sejak penentuan kualifikasi dan penerimaan calon pegawai (penegak hukum). Penentuan kualifikasi atau sifat dan keadaan pekerjaan serta kecakapan pegawai yang akan melakukan pekerjaan tersebut dapat dilakukan melalui job analysis.
- Job analysis for training purpose, yaitu yang bertujuan untuk menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengajarkan sesuatu pekerjaan kepada seseorang pegawai baru. Analisa jabatan ini pada umumnya digunakan untuk kebutuhan pelatihan atau pendidikan
- Job analysis for setting rates, yaitu bertujuan untuk menentukan nilai masing-masing jabatan, sehingga dapat ditentukan nilai masing-masing jabatan, sehingga dapat ditentukan tingkat pendapatan atau gaji masing-masing jabatan secara adil
- Job analysis for method improvements, yaitu ditujukan untuk memperoleh cara bekerja pegawai pada suatu jabatan tertentu dengan maksud menghilangkan gerak pegawai yang tidak perlu
- Job analysis for personel specifications, yaitu bertujuan untuk memberikan fakta-fakta atau keterangan tentang apa yang dikerjakan dalam suatu jabatan dan jenis pegawai mana atau pegawai yang mempunyai kualifikasi bagaimana dibutuhkan untuk memangku jabatan tersebut.
Yang perlu mendapat perhatian dalam menentukan kualifikasi calon penegak hukum adalah jenis ke-empat. Karena dengan analisa jabatan ini akan didapat 4 (empat) informasi, yaitu :
- What is done. Informasi ini menjelaskan jawaban dari pertanyaan apa yang dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya, dan bahan-bahan apa yang dipergunakan untuk mengerjakan suatu pekerjaan
- Personel qualification. Dari informasi ini diperoleh pernjelasan tentang keahlian, pengetahuan, latihan, kekuatan badan, syarat mental dan fisik pegawai yang dibutuhkan untuk jabatan tertentu
- Job responsibilities. Informasi ini menjelaskan tanggung jawab pemegang jabatan, seperti berapa orang yang menjadi bawahannya, dan sebagainya
- Working conditions, yaitu yang menjelaskan tentang syarat dari pekerjaan.
Berdasarkan uraian di muka, diperoleh standar minimum profesi penegak hukum, sebagai berikut :
- Memiliki kecakapan teknis akademisdilandasi kepribadian profesional hukum:
- Mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat
- Mampu menggunakan hukum sebagai sarana memecahkan masalah konkret secara bijaksana dengan tetap berdasarkan prinsip-prinsip hukum
- Menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum
- Mengenal dan peka akan masalah keadilan serta masalah sosial.
- Memiliki sifat dan sikap dilandasi nilai moralyang kuat :
- Manusiawi : tidak menanggapi hukum secara formal belaka melainkan kebenaran sesuai hati nurani
- Adil : mencari kelayakan sesuai perasaan masyarakat
- Patut : mencari pertimbangan untuk menentukan keadilan dalam suatu perkara konkret
- Jujur : menyatakan sesuatu itu benar menurut apa adanya, dan menjauhi yang tidak benar/tidak patut
- Otentik : menghayati dan menunjukkan diri sesuai keaslian, kepribadian sebenarnya (tidak menyalahgunakan wewenang/ melakukan perbuatan tercela, berani berinisiatif dan bijaksana)
- Bertanggungjawab : kesediaan melakukan tugas secara proporsional dan memberi laporan pelaksanaan kewajiban
- Kemandirian moral : tidak mudah terpengaruh atau mengikuti pandangan moral sekitar, melainkan membentuk penilaian dan pendirian sendiri
- Keberanian moral : kesetiaan terhadap suara hati nurani untuk menanggung risiko konflik (menolak segala bentuk KKN, pungli, suap, tawaran damai/penyelesaian dengan cara tidak sah)
- Paham akan standar etika sebagai pelayanan publik dan memiliki sifat lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan, agar dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas
- Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan profesi, dan idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi.
Persyaratan ini terkait dengan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang menegaskan :
“Pengangkatan pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip jabatan, dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lain tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.”
Berkaitan dengan Kejaksaan, jabatan fungsional Jaksa merupakan jabatan fungsional keahlian dan kriteria yang harus dipenuhi tunduk pada ketentuan Pasal
3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil :
- Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi.
- Memiliki etika profesi yang ditegaskan oleh organisasi profesi.
- Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan tingkat keahlian.
- Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.
- Jabatan fungsional diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Perlu dicatat bahwa menurut (United Nations)The Guidelines on The Role of Prosecutor, syarat-syarat atau kualifikasi seorang Jaksa antara lain :
- .. shall be individuals of integrity and ability, with appropriate training and qualifications.
(… jujur dan cakap, dengan memperoleh pelatihan yang layak disertai persyaratan yang layak) - … shall at all times maintain the honour and dignity of their profession.
(… selalu menjaga kehormatan dan martabat profesinya) - … perform their duties fairly, consistently and expeditiously, and respect and protect human dignity and uphold human rights….
(… dalam melaksanakan tugasnya dengan adil, mantap dan cepat, serta menghargai dan melindungi martabat manusia dan mempertahankan hak asasi manusia) - Carry out their functions impartially and avoid all political, social, religious, racial, cultural, sexual or any other kind of discrimination.
(Melaksanakan fungsinya tidak memihak dan menghindari diskriminasi politik, sosial, agama, ras, budaya, jenis kelamin atau segala diskriminasi lainnya) - Protec the public interest, act with objectivity, take proper account of the position of the suspect and the victim, and pay attention to all relevant circumstances irrespective of whether they are to the advantage or disadvantage of the suspect.
(Melindungi kepentingan umum, bertindak objektif, memperhatikan kedudukan tersangka dan korban dengan wajar, dan memperhatikan segala keadaan yang relevan terlepas apakah keadaan-keadaan tersebut dapat menguntungkan atau merugikan tersangka).
Selain melalui jabatan fungsional, peningkatan kualitas penegak hukum dilakukan pula melalui pendidikan dan pelatihan (DIKLAT). Diklat adalah bidang paling potensial dalam pembinaan kemampuan Jaksa. Menurut M. Manullang dalambukunya “Pengembangan Pegawai,” bahwa: “Diklat dapat berupa on the job training, in service training; sedangkan tindakan pemindahan atau promosi dapat pula dianggap sebagai bentuk lain dari pengembangan pegawai.”
- Pertanggungjawaban secara ilmiah atau keilmuan (Science Responbility)
- Pertanggungjawaban secara hukum (Legal/Law Responbility)
- Pertanggungjawaban secara sosial (Social Responbility).
- Pelaksanaan tugas semata-mata didasarkan pada kepercayaan atau amanah baik dari undang-undang atau dari negara.
- Terbebas dari kepentingan apapun baik kepentingan pribadi, keluarga atau kepentingan politik.
- Adanya niat atau kemauan yang sungguh-sungguh (komitmen) demi semua aparatur penyelenggara negara dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan dan penegakan hukum, bukan semata untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan masyarakat.
Oleh karena itu, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan penegakan hukum diperlukan suatu tata cara dengan memperhatikan suatu etika dan profesi dalam penegakan hukum.
III. ETIKA PROFESI PENEGAK HUKUM
Penegakan hukum adalah suatu proses yang berhubungan erat dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan negara yang berisi suatu tuntutan agar suatu ketentuan hukum terutama hukum positif dapat dipedomani atau dipatuhi oleh segenap warga negara baik dalam kedudukannya sebagai warganegara (masyarakat) maupun sebagai penyelenggara negara (pemegang kekuasaan negara).
Untuk menuju ke arah suatu kondisi terciptanya penyelenggaraan pemerintahan negara khususnya dalam penegakan hukum agar bisa berjalan dengan baik, diperlukan suatu ”Etika Profesi Penegak Hukum”.
Etika Profesi Penegak Hukum pada intinya adalah ketentuan atau norma yang bersumber pada nilai-nilai kepatutan baik tertulis maupun tidak tertulis (kepatutan) yang harus dipedomani dan ditaati oleh aparatur penyelenggara penegakan hukum dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, sehingga penyelenggaraan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan hasil atau keluaran (output) suatu penegakan hukum (kebijakan, keputusan) yang berintikan kekuasaan dan keadilan.
Secara garis besar, norma atau ketentuan-ketentuan sebagai nilai-nilai moral yang harus dipenuhi atau ditaati oleh seluruh aparatur pemerintah penyelenggara penegak hukum sebagai etika profesi dalam penegakan hukum adalah mencakup:
- Pelaksanaan penegakan hukum tidak boleh dicampuri, dipengaruhi oleh suatu kepentingan-kepentingan lain selain untuk kepentingan penegakan hukum (hukum hanya bisa mengatakan “benar atau salah” atau “Hitam dan Putih” sesuai aturan hukum atau menyimpang dari aturan hukum) (According to the Law or Unaccording to the Law or Contrary to the Law)
- Pelaksanaan penegakan hukum (termasuk proses peradilan) tidak boleh memihak dan berlaku untuk siapa saja atau seluruh warga negara tanpa kecuali (Justice for All, Justice for Everybody). Contoh : Pemanggilan untuk hadir di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik oleh para aktivis LSM Bendera terhadap para pejabat negara.
- Pelaksanaan penegakan hukum tidak boleh parsial tetapi harus menyeluruh dan tuntas. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam penegakan hukum khususnya dalam proses peradilan atas suatu kasus seharusnya dapat diungkap dengan sejelas-jelasnya dengan mengungkapkan fakta apa adanya tanpa harus ada yang ditutupi dan dilindungi.
- Dalam penegakan hukum suatu institusi tidak boleh melampaui batas-batas kewenangannya dan mencampuri hak-hak atau kewenangan lembaga lain, kecuali secara khusus dibolehkan menurut ketentuan undang-undang. Implementasinya antara lain (misalnya) :
- Jaksa atau Penuntut Umum dibolehkan mempengaruhi penyidik dalam menyempurnakan suatu berkas perkara dengan memberikan petunjuk untuk dilengkapi oleh penyidik (vide pasal 138 ayat 2 KUHAP yaitu dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal tersebut yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
- Hakim tidak dibenarkan atau tidak dibolehkan meminta atau mendesak kepada penuntut umum (Jaksa) untuk melimpahkan suatu perkara ke pengadilan.
- Pelaksanaan penegakan hukum wajib dilaksanakan dengan landasan kejujuran dan terhindar dari sikap balas dendam dengan penerapan prinsip “Kebenaran dan Keadilan”, yaitu melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan tuntutan rasa keadilan masyarakat.
- Dalam hal ditemukan permasalahan-permasalahan teknis di lapangan dalam rangka penyelenggaraan pengakan hukum, tidak boleh dilakukan atau harus dihindari sikap “Arogansi kekuasaan ataupun arogansi sektoral” melainkan harus dilakukan langkah–langkah koordinasi antar penegak hukum dengan memperhatikan prinsip-prinsip :
- Penghormatan dan penghargaan terhadap institusi atau lembaga lain (Prinsip kesetaraan).
- Tidak menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
- Penyelesaian masalah diyakini dapat dilakukan secara tuntas dan tidak menimbulkan permasalah-permasalan hukum (Kasus) yang baru di kemudian hari
Namun demikian kondisi obyektif yang ada dalam implementasi penyelenggaraan penegakan hukum saat ini terasa masih jauh dari harapan, yaitu belum dilaksanakannya etika profesi penegakan hukum secara baik dan bertanggung jawab yang ditandai dengan, antara lain :
- Masih banyak terjadi praktek-praktek penyalahgunaan wewenang oleh aparatur/penegak hukum
- Masih banyak campur tangan pejabat, penguasa, kekuasaan politik dalam penegakan hukum
- Penyelesaian suatu masalah / kasus yang tidak tuntas
- Masih adanya intervensi lembaga penegak hukum yang satu terhadap lembaga penegak hukum lainnya
- Penegakan hukum yang tidak didasarkan atas dasar prinsip kejujuran, keadilan tetapi atas dasar faktor/ pengaruh lain (misal : dendam pribadi, politik dll)
Dengan kondisi yang ada tersebut, memberi gambaran secara umum bahwa penegakan hukum saat ini masih jauh terlaksana dengan baik dan sesuai dengan harapan masyarakat pencari keadilan, karena belum dilaksanakannya etika profesi penegak hukum sebagaimana mestinya. Untuk mengatasi kondisi tersebut diatas perlu segera diambil langkah-langkah strategis, terencana, dan berkelanjutan oleh pemerintah dan seluruh komponen bangsa dengan melakukan reformasi penegakan hukum secara menyeluruh dan berkelanjutan yang pada pokoknnya :
- Penyempurnaan produk-produk hukum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman (termasuk yang terkait dengan sistem politik)
- Penyempurnaan kelembagaan yang terkait dengan penyelenggaraan penegakan hukum
- Penerapan prosedur dan mekanisme kerja (Standart Operating Procedure) pada semua lembaga penegak hukum
- Peningkatan pelaksanaan pengawasan baik melalui pengawasan melekat maupun pengawasan fungsional.
Berbagai nilai yang merupakan implementasi dari etika dan profesi dalam penegakan baik yang berupa tindakan atau sikap, tindakan-tindakan yang harus dilakukan maupun tindakan atau sikap yang tidak boleh dilakukan atau seyogyanya dihindari pada dasarnya telah sejalan dengan langkah-langkah upaya yang harus kita lakukan dalam kerangka terwujudnya sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS), yaitu terintegrasinya semua proses peradilan pidana sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan sampai dengan pelaksanaan atas putusan hakim yang mencerminkan tuntutan rasa keadilan masyarakat sebagai satu kesatuan sistem yang satu sama lain saling terkait dan ikut menentukan keberhasilan proses peradilan.
Selama ini langkah-langkah atau upaya untuk mewujudkan mekanisme ICJS tersebut telah dilakukan antara lain melalui forum koordinasi MAHKUMJAPOL yaitu koordinasi antar lembaga Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan Kepolisian, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2010 dan dituangkan dalam Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI, Nomor : 099/KAM/SKB/V/2010; Nomor : M.HH-35.UM.03.01.Tahun 2010; Nomor : KEP-059/A/JA/05/2010; Nomor : B/14/V/2010 tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Peradilan Pidana Dalam Mewujudkan Penegakan Hukum yang Berkeadilan.
Berbagai pandangan dan komentar telah bermunculan terkait dengan terbentuk / terlaksananya MAHKUMJAPOL dimaksud. Ada yang berpandangan bahwa forum tersebut tidak ada gunanya, dan akan berakibat terabaikannya bahkan kemungkinan akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan perundangan-undangan yang ada. Pandangan dimaksud bisa dipahami sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat akan penyelenggaraan penegakan hukum yang harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa.
- Permasalahan :
- Lapas atau Rutan sering tidak mendapatkan atau terlambat menerima tembusan penetapan penahanan/perpanjangan penahanan baik dari Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pengadilan di semua tingkatan.
- Dasar Hukum :
- UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP pasal 24 (2), pasal 25 (2), pasa 26 (1 dan 2) pasal 27 (1 dan 2), pasal 28 (1 dan 2), pasal 238 dan pasal 254 KUHAP, penetapan / perpanjangan penahanan.
- SEMA/10/1983 tanggal 8 Desember 1983, perihal penetapan penahanan jangan sampai terlambat disampaikan kepada Penuntut Umum paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan.
- Tindakan :
- Hakim, Jaksa dan Polisi agar melaksanakan tahapan penahanan sesuai dengan aturan dalam KUHAP.
- Setiap perpanjangan penahanan dari Polisi, Jaksa dan Hakim selalu ditembuskan kepada Lapas/Rutan.
- Ka.Lapas / Ka.Rutan memberitahukan 10 (sepuluh) hari sebelum habis masa penahanannya.
- Jika masa penahanan sudah habis dan tidak ada perpanjangan penahanan, maka tersangka/terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
- Keluaran :
- Terdakwa dan pihak Lapas/Rutan mendapatkan tembusan penetapan penahanan dan perpanjangannya secara tepat waktu dari kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan pada semua tingkatan.
- Apabila tempatnya terlalu jauh, maka perpanjangan penahanan terlebih dahulu disampaikan melalui sarana yang lebih cepat (Fax/Email)yang dapat dijadikan sebagai dasar sementara perpanjangan penahanan yang sah, setelah dilakukan pengecekan ulang tentang nomor fax atau alamat email yang resmi melalui surat edaran dari masing-masing instansi.
- Sasaran :
Lapas/Rutan mendapatkan tembusan sehingga:
- Adanya kepastian hukum bagi terdakwa (terlindunginya Hak Asasi terdakwa).
- Terhindarnya Lapas/Rutan melaksanakan penahanan secara tidak sah.
Selain masalah penahanan kiranya masih banyak masalah teknis yang dihadapi dan terjadi di lapangan oleh aparat penegak hukum. Masalah-masalah teknis dimaksud dapat diatasi dan diselesaikan di lapangan melalui mekanisme koordinasi antar aparat penegak hukum
- Penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai suatu proses atas eksistensi sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan suatu proses penyelenggaraan penegakan hukum. Penyelenggaraan pemerintahan akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan melalui proses penegakan hukum yang baik pula.
- Penyelenggaraan pemerintahan negara dan penegakan hukum selain diperlukan sistem dan hukum yang baik mutlak diperlukan penyelenggara negara dan penyelenggara penegak hukum yang baik yaitu aparatur yang mempunyai landasan profesional dan integritas kepribadian yang baik.
- Agar terlaksananya penyelenggaraan penegakan hukum yang baik, para penegak hukum perlu meningkatkan profesionalisme, etos kerja dan dedikasi. Para penegak hukum harus mengikuti doktrin supremacy of moral, artinya dituntut tidak hanya menjadi profesional dalam bidangnya melainkan juga manusia yang bekerja dengan sepenuh hatinya. Secara kelembagaan juga diperlukan suatu penerapan etika profesi sehingga satu sama lain dapat menunjang terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan penegakan hukum yang berkesejahteraan dan berkeadilan.
- Penegakan hukum terutama yang terkait dengan pelaksanaan sistem peradilan pidana sering dijumpai permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan, sehingga dalam rangka penegakan hukum di bidang peradilan pidana perlu diterapkan secara konsisten suatu sistem peradilan pidana terpadu dan pelaksanaan koordinasi antar penegak hukum.
- Kebaikan pelaksanaan hukum oleh aparat penegak hukum, tidak semata-mata dalam menangani perkara; namun juga diperlukan adanya pengawasan lebih intensif di segala lini penanganan perkara. Di sini, yang perlu dan paling utama adalah aparat penegak hukum itu sendiri. Kecakapan, moral baik, mental kuat, serta dedikasi pengabdian penuh rasa tanggung jawab; inilah yang akan menjamin kesempurnaan dan kebaikan undang-undang.