Diusulkan oleh :

  1. Yogi November 200111086 ( Ketua)
  2. Yuliningsih 200711045 (Anggota)
  3. Febriana Fajarwati 200811013 (Anggota)

 

LATAR BELAKANG MASALAH

Keputusan Struktur Modal dalam perusahaan merupakan hal yang penting. Pentingnya struktur modal ini karena adanya pilihan kebutuhan antara memaksimalkan return (meminimalkan biaya modal) dengan kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan bisnis yang kompetitif. Struktur modal perusahaan adalah kombinasi dari saham-saham yang berbeda (saham biasa dan saham preferen) atau bauran seluruh sumber pendanaan jangka panjang (ekuitas dan hutang) yang digunakan perusahaan. Pada umumnya, suatu perusahaan dapat memilih berbagai alternatif struktur modal. Persoalannya adalah apakah perusahaan akan menggunakan hutang yang besar atau hanya menggunakan hutang yang sangat kecil. Kebijakan tersebut tidak terlepas dari upaya perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham yang tercermin pada harga saham. Peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham tersebut antara lain dilakukan dengan memberikan dividen secara berkesinambungan dengan jumlah yang memuaskan1

Hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan telah menjadi subyek perdebatan yang cukup ramai. Perdebatan berpusat pada apakah ada struktur modal yang optimal untuk suatu perusahaan atau apakah proporsi hutang yang digunakan tidak relevan untuk menentukan nilai suatu perusahaan. Pilihan Struktur modal secara fundamental merupakan masalah marketing.2 Struktur Modal yang optimal adalah salah satu hal yang dapat memaksimalkan nilai pasar saham perusahaan yang beredar.3 Jika kombinasi ideal ini dapat diciptakan, maka saham perusahaan akan mencapai harga maksimal dan struktur modal yang digunakan merupakan struktur modal optimal.

Dalam penelitiannya, Myers dan Majluf mengembangkan pecking order theory sebagai suatu teori alternatif keputusan pendanaan perusahaan., dimana perusahaan akan berusaha mendanai investasinya berdasarkan urutan resiko. Adapun terdapat tiga sumber pendanaan dalam perusahaan, yaitu laba ditahan, hutang dan ekuitas. Para investor melihat bahwa ekuitas lebih beresiko dibandingkan hutang. Oleh karena itu, investor akan mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi terhadap pengunaan ekuitas dibandingkan hutang. Pandangan perusahaan, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan hutang, dan hutang merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan ekuitas.5

 

Pecking Order Theory ini muncul jika biaya mengeluarkan saham baru melebihi biaya lain dan keuntungan dari hutang. Biaya yang dikeluarkan sebagai akibat pecking order ini adalah biaya transaksi dan pengeluaran saham baru dan biaya-biaya yang timbul sebagai akibat informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen mengenai prospek perusahaan . Konsekuensi biaya ini adalah perusahaan akan mendanai kesempatan investasi yang dimiliki dengan laba ditahan, kemudian dengan hutang bebas resiko, dan dengan hutang beresiko, yang pada akhirnya akan menggunakan saham.

Myers dan Majluf juga menunjukkan bahwa dengan assymetric information, penerbitan ekuitas akan diinterpretasikan oleh rasional investor sebagai berita buruk, karena manajemen akan menggunakan private information untuk mengeluarkan saham ketika sahamnya overpriced. Investor yang mengetahui masalah assymetric information ini akan mengabaikan saham baru dan yang telah ada pada saat pengumuman right issue. Dengan adanya assymetric information, biaya penerbitan saham ini akan mendorong perilaku pecking order. Implikasi dari hal ini adalah perusahaan seharusnya memperkecil penerbitan sahamnya. Dengan demikian akan lebih menyukai membiayai kesempatan investasinya dengan laba ditahan, dimana tidak ada masalah assymetric information dan menggunakan hutang dengan resiko yang lebih rendah.

Prediksi Pecking Order Theory terhadap Pendanaan perusahaan merupakan hal yang lebih kompleks. Dalam pecking order theory, hutang secara khusus akan naik pada saat kesempatan investasi melebihi laba ditahan dan turun pada saat kesempatan investasi kurang dari laba ditahan.6 Sehingga jika profitabilitas dan pengeluaran invetasi tetap, perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan menggunakan pendanaan hutang yang rendah. Sementara itu pada investasi yang memberikan profit, maka pendanaan hutang akan naik jika kesempatan investasi perusahaan meningkat.

Industri Makanan dan Minuman memiliki potensi yang cukup menjanjikan. Faktor yang mendasari antara lain adalah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar sehingga dapat menciptakan potensi pasar yang besar pula. Perusahaan-perusahaan industri ini melayani kebutuhan masyarakat luas, sebab produk-produknya dikonsumsi oleh masyarakat banyak, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini menyebabkan industri pada sektor ini tidak akan banyak berpengaruh

pada siklus ekonomi makro karena dalam keadaan apapun masyarakat akan membutuhkan komoditi ini. Bahkan industri makanan dan minuman memiliki andil dalam memberikan lapangan kerja yang sangat besar. Mulai dari industri kecil, rumah tangga, industri menengah dan besar sampai multinasional company memberikan kontribusi yang cukup dalam menyerap tenaga kerja maupun pendapatan pajak pemerintah. Dapat dikatakan industri ini di Indonesia memberikan kontribusi positif terhadap penyediaan lapangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan pemaparan hal-hal diatas, maka penelitian ini diberi judul : “Pengujian Empiris Packing Order Theory Terhadap Pendanaan Hutang Pada Perusahaan Industri Makanan dan Minuman di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2009”