Esaunggul.ac.id, Hari Rabies Sedunia diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 28 September. Peringatan yang telah dilakukan sejak tahun 2007 ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang upaya pemberantasan virus yang menyebabkan penyakit yang paling mematikan dan untuk menyebarkan informasi penting tentang upaya pencegahanmya, serta mendorong peningkatan upaya program vaksinasi rabies di seluruh dunia.
Tema hari rabies sedunia tahun 2024 ini adalah Breaking Rabies Boundaries atau “Mendobrak Batasan Rabies”. Tema ini dipilih guna mendorong para pemangku kepentingan, dan semua lapisan masyarakat untuk bersatu guna mencapai tujuan dunia bebas dari kematian akibat virus Rabies pada tahun 2030.
Mengapa Kita Harus Peringati Hari Rabies Sedunia
Selama lebih dari 4.000 tahun, hingga saat ini penyakit rabies masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Di lansir dari laman https://www.dogster.com/lifestyle/world-rabies-day setidaknya lebih dari 59.000 orang meninggal akibat penyakit mematikan ini setiap tahunnya di seluruh dunia, yang sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia. Sekitar 99 persen penyebabnya berasal dari gigitan anjing.
Penyakit rabies ini menjadi salah satu penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan ke manusia, merupakan salah satu penyakit tertua yang paling mematikan. Penyakit rabies disebabkan oleh virus RNA yang tergolong dalam genus Lyssavirus dari famili Rhabdoviridae.
Metode Penularan Rabies
Adapun penularan penyakit rabies ini sebagian besar terjadi melalui gigitan dan cakaran hewan yang terinfeksi virus rabies, atau jilatan hewan peliharaan yang terinfeksi pada luka terbuka.
Rabies seringkali ditularkan melalui gigitan anjing. Namun, hewan mamalia lainnya seperti kucing, kera, kelelawar, serigala, rubah dan tupai juga dapat terinfeksi virus rabies yang dapat menularkannya pada manusia.
Patogenesis virus rabies ini terdiri dari 2 fase yaitu fase inkubasi dan fase masuknya virus ke dalam otak. Virus rabies yang masuk ke dalam tubuh penderita melalui luka gigitan atau cakaran hewan terinfeksi, akan bereplikasi dalam jaringan otot di daerah luka.
Pada fase ini micro-ribonucleic acid endogen otot akan terikat pada proses transkripsi genom virus dan membatasi sintesis protein virus sedemikian rupa sehingga virus rabies ini tidak terdeteksi oleh antigen-presenting cells (APC) pada sistem kekebalan tubuh, sehingga virus rabies dapat bereplikasi dengan cepat.
Virus rabies ini kemudian terikat pada motor neuron junctions pada reseptor asetilkolin nikotinik sehingga mempengaruhi kinerja dari sistem saraf motorik.
Selanjutnya, virus secara cepat masuk melewati akson motorik dan sinaps kimia menuju ganglia dan radiks neuron dan masuk ke dalam ganglion spinalis, sehingga akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf.
Selama masa inkubasi virus rabies yang umumnya berlangsung selama 2-3 bulan, belum menunjukkan gejala penyakit. Pada masa inkubasi ini virus rabies tidak terdeteksi oleh sistem imun, sehingga tidak menimbulkan respon antibodi.
Fase selanjutnya adalah masuknya virus rabies ke dalam sel otak. Setelah virus mencapai sistem saraf pusat, virus akan melakukan replikasi dengan cepat dan menyebar luas melalui reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik di otak. Multiplikasi virus di dalam ganglion akan memunculkan gejala awal berupa nyeri dan parestesia.
Selanjutnya, virus akan menyebar dari sistem saraf pusat ke organ tubuh lainnya, sehingga berakibat fatal karena terjadi blokade neurotransmiter menyeluruh dan disfungsi neurologi yang luas.
Berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa terikatnya virus pada reseptor neurotransmiter asetilkolin menyebabkan efek yang bersifat neurotoksik pada sel-sel saraf, terutama pada sistem sarap pusat.
Gejala Klinis
Ciri-ciri pengidap penyakit rabies umumnya muncul pada 20-90 hari setelah penderita tergigit hewan yang terinfeksi virus rabies. Indikasi awal biasanya mirip dengan flu biasa, termasuk demam, sakit kepala, dan kelelahan.
Tahap berikutnya disebut dengan fase prodromal berupa gangguan perilaku berupa gelisah atau kecemasan, gatal-gatal atau rasa terbakar pada tempat gigitan.
Setelah itu pengidap penyakit akan memasuki fase akut, dimana pada fase ini akan terjadi kesulitan menelan, kejang, gelisah, insomnia, dan paralisis otot yang progresif. Tahap selanjutnya adalah fase terminal, dimana pasien akan kehilangan kesadaran dan koma, gagal pernapasan.
Setelah gejala lanjutan muncul, penyakit rabies biasanya sudah tergolong fatal dan membuat pasien kehilangan kesadaran, serta berujung pada kematian. Kematian biasanya terjadi dari hari ke-4 hingga hari ke-7 setelah koma mulai berlangsung.
Metode Deteksi Virus Rabies
Diagnosis laboratorium yang cepat dan akurat terhadap virus rabies pada manusia dan hewan sangat penting guna pemberian perawatan medis yang tepat waktu, atau pemberian terapi profilaksis pasca pajanan (postexposure prophylaxis)
Melansir laman https://www.who-rabies-bulletin.org/site-page/diagnosis-rabies uji diagnostik utama yang direkomendasikan oleh WHO sebagai standar emas adalah fluorescent antibody test (FAT).
Tes ini didasarkan pada deteksi antigen untuk diagnosis rabies. Spesimen yang diambil dari pasien direaksikan dengan serum antirabies atau globulin yang dilabel dengan senyawa fluorescein isothiocyanate (FITC).
Agregat spesifik antigen virus rabies dideteksi fluoresensinya menggunakan mikroskop fluoresensi. Metode deteksi ini akurat, sensitif dan cepat.
Selain itu, telah dikembangkan metode uji menggunakan teknik reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) yang juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan materi genetik virus rabies.
Metode lainnya yang juga digunakan adalah Imunohistokimia. Metode ini sensitif dan spesifik untuk mendeteksi antigen virus rabies dalam jaringan. Antigen virus rabies dideteksi menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal antirabies yang spesifik.
Pengujian Imunohistokimia ini lebih sensitif dan spesifik daripada metode pewarnaan histologis, seperti hematoksilin dan eosin dan pewarnaan Sellers.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan
Hingga peringatan hari rabies sedunia saat ini, belum ada obat yang efektif yang dapat mengatasi penyakit rabies ketika virus rabies telah menyebar masuk ke dalam otak dan sistem saraf pusat.
Bilamana sudah muncul gejala penyakit rabies berupa kejang dan kelumpuhan, hampir pasti berakibat fatal. Penanganan kasus hanya dapat diberikan obat simtomatik dan suportif. Oleh sebab itu upaya pencegahan merupakan faktor yang sangat penting untuk melindungi diri sendiri dan hewan peliharaan.
Adapun beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah, melakukan vaksinasi hewan peliharaan dengan vaksin rabies secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, serta menghindari gigitan hewan yang berpotensi menularkan virus rabies.
Tanpa vaksinasi yang tepat, hewan peliharaan akan rentan terhadap penularan. Jika hewan yang terinfeksi virus rabies kemudian menggigit atau mencakar manusia, maka virus rabies dapat menular dan dapat membahayakan manusia.
Vaksinasi rabies mampu merangsang tubuh untuk membentuk antibodi, sehingga dapat melawan virus rabies yang masuk ke tubuh. Antibodi akan terbentuk setelah 7-10 hari hingga membentuk perlindungan pada tubuh seseorang.
Penyakit rabies termasuk penyakit serius yang dapat menyebabkan kematian. Virus ini dapat menginfeksi sistem saraf pusat. Saat infeksi dari rabies menyerang tubuh, komplikasi yang parah bisa dihindari karena pemberian vaksin ini.
Vaksin ini diberikan melalui suntikan secara intramuskular, pada otot paha untuk anak-anak dan otot lengan atas pada orang dewasa. Disarankan untuk mendapatkan vaksin ini paling tidak 1 bulan sebelum melakukan perjalanan ke wilayah yang rentan rabies.
Jika pemberian vaksin dilakukan untuk mengatasi infeksi rabies setelah terkena gigitan atau cakaran binatang, segera bersihkan luka dengan sabun dan air yang mengalir.
Setelah itu, luka dibersihkan dengan alkohol dan tutup dengan perban kemudian segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Vaksin rabies juga dapat diberikan sesegera mungkin setelah terpapar, sebelum gejala muncul.
Di Indonesia, terdapat dua jenis vaksin rabies yang bisa diberikan pada manusia, yaitu Profilaksis Pra-Pajanan (PrPP) dan Profilaksis Pasca Pajanan (PEP).
Vaksin PrPP biasanya diberikan kepada orang yang dianggap berisiko tinggi terpapar, misalnya petugas pengawas hewan, dokter hewan, atau orang yang tinggal di atau bepergian ke daerah endemis rabies.
Pemberian booster vaksin PrPP secara berkala juga direkomendasikan untuk pencegahan ekstra, untuk orang-orang yang pekerjaannya berisiko tinggi terpapar virus rabies. Adapun vaksin rabies PEP ditujukan untuk menghentikan timbulnya gejala rabies setelah terpapar virus.
Pemberian vaksin ini bertujuan untuk melindungi tubuh setelah terkena gigitan binatang. PEP terdiri dari suntikan antibodi terhadap virus rabies (human rabies immune globulin atau HRIG). Vaksin rabies yang diberikan pada hari terpapar virus, diberikan dosis vaksin lanjutan pada hari ke 3, 7, dan 14. Dengan diperingatinya hari rabies sedunia, diharapkan cara penanganan dan pengobatan makin diketahui oleh masyarakat umum.
Peringati Hari Rabies Sedunia
Sampai peringatan hari rabies sedunia di tahun 2024, penyakit ini masih sangat kompleks dan sangat mematikan yang belum sepenuhnya dipahami dimana para ilmuwan juga belum mampu memberantasnya.
Makna utama dari peringatan Hari Rabies Sedunia merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran dan pentingnya upaya pemberantasan penyakit ini di seluruh dunia.
Peran serta para pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan guna membantu upaya pencegahan virus rabies ini melalui program vaksinasi dan upaya preventif lainnya sehingga penyakit ini secepatnya dapat dieliminasi di seluruh dunia.