Para Pembicara dalam seminar Hate Speech  dan Ancaman Kebebasan Dalam Berekspresi

Para Pembicara dalam seminar Hate Speech dan Ancaman Kebebasan Dalam Berekspresi

Esaunggul.ac.id, Jakarta Barat, Era Digital membuat keleluasaan dalam berpendapat dan menyampaikan kritik semakin mudah, hal ini menyebabkan batasan dalam menyampaikan aspirasi tidak berbatas. Hal inilah yang memunculkan ujaran kebencian (hate speech) banyak disebarkan oleh warganet melalui media sosial.

Menyikapi keprihatinan tersebut, Mahasiswa Fakultas Hukum Esa Unggul mengadakan seminar nasional bertajuk “Hate Speech dan Ancaman Kebebasan Berekspresi dalam Hukum Media”. Salah satu pembicara seminar yakni Direktur LSSPP Ignatius Haryanto menerangkan mengenai Hate speech yang saat ini memicu pertikaian di masyarakat.

“Secara hukum Hate Speech merupakan perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarangan karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut,” tutur Ignatius saat menyampaikan seminarnya, di Universitas Esa Unggul, Jakarta Barat, Sabtu (18/11/2017).

Menurutnya Ujaran kebencian dewasa ini semakin mudah dilakukan dikarenakan perubahan pola komunikasi yang dulunya hanya lewat beberapa media konvensional seperti televisi atau koran, saat ini bisa dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa lewat gadget mereka. Hal ini diperparah dengan tingkat literasi menulis yang tidak sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan, sehingga kritik terhadap sesorang atau suatu kelompok lebih subjektif dan malah terkesan menampilkan ujaran kebencian.

Pemerintah pun mengatur sejumlah UU mengenai Hate Speech seperti pada pasal 27 (ayat 3), pasal 28 ayat 1 dan ayat dua. Dalam catatan Safenet, pada 2016 tak kurang 11 orang aktivis telah dijerat oleh berbagai pihak dengan UU ITE karena dianggap melanggar pasal-pasal pidana dalam UU ITE.

Suasana Saat Seminar Mahasiswa Fakultas Hukum Terkait Hate Speech

Suasana Saat Seminar Mahasiswa Fakultas Hukum Terkait Hate Speech

Dengan adanya UU yang mengatur terkait hate speech ini, bukan berarti kritik ataupun aspirasi dibungkam. Iganitius menerangkan masyarakat harus dapat memisahkan antara kritik yang subjektif sehingga memunculkan Hate speech dengan kritik terhadap kinerja ataupun kemajuan.

“Jadi aspirasi dan kritik itu harus tetap ada, namun tentunya harus ada pertimbangannya. Hal pertama ialah kita harus mengidentifikasi apakah kritik kita termasuk hate speech atau tidak, ada beberapa kritik yang bukan hate speech seperti kritik pada pemerintah untuk perbaikan kinerja pemerintah, kritik pada pejabat pemerintah terkait kinerjanya dan membicarakan tentang orang atau kelompok lain tidak dengan nada permusuhan atau memunculkan kebencian,” ujarnya.

Dia pun berharap kedepanya anak muda terutama mahasiswa Esa Unggul dapat memberikan literasi terkait hate speech di masyarakat agar mampu meminimalisir pertikaian yang disebabkan oleh berbagai pemberitaan dan ujaran kebenciaan yang banyak disebarkan oleh berbagai media salah satunya ialah media sosial. “Sebagai generasi penerus bangsa kalian harus memberikan literasi yang lebih luas terkait hate speech kepada masyarakat, agar masyarakat terhindar dari jeratan hukum dan menghindarkan konflik sosial dari ujaran kebencian,” tutupnya.

Selain Ignatius Haryanto, pembicara yang diundang dari seminar ialah Direktur LBH Bang Japar dan Lawyer dari Jonru Ginting Juju Purwantoro,S.H.,M.H.,CLA., CIL. dan Destiara Talita, Artis & Model. Jalannya seminar pun berlangsung atraktif dan interaktif dikarenakan pembahasan yang menarik serta terdapat tanya jawab antara peserta dan pemateri.