Peranan Negara Dalam Undang _undang Dasar 1945

Syahrial Syarbaini

Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, Jakarta

Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510

[email protected]

 

 

 

Abstrak

Negara sebagai organisasi yang berdaulat tergambar dalam konstitusinya, secara substansial kekuasaan yang diberikan kepada negara dalam realita dipegangan oleh penguasa yang legitimet untuk mewujudkan citacita dan tujuan negara tersebut. Kekuasaan itu tidaklah mudah terwujud dalam dinamika kehidupan, peran negara melalui berbagai pengaruh, seperti ideologi global telah mengalami kelemahan. Kajian dalam tulisan ini mencoba memaparkan peran negara secara teoritis dengan melihat implikasinya dalam negara Indonesia berdasarkan UUD 1945.Kajian melalui studi pustaka untuk mendeskripsikan perbedaan antara pemikiran teoritis dengan prakteknya hendak digambarkan dalam tulisan ini, serta faktor yang turut mempengaruhinya.

Kata Kunci : Peranan Negara, Konstitusi, Kedaulatan



Pendahuluan

Perkembangan peranan negara dari mulai teori klasik sampai kontemporer ditandai dengan dinamika yang selalu merupakan persoalan kontravesial. Pada awal abad ke21 pembicaraan soal peranan negara masih mengenai tujuan dan kegiatan negara yang bertumpu pada keluasan intervensi dalam hubungan negara dengan individu, kepentingan dan kelas sosial yang terorganisasi. Pada dekade terakhir ini hubungan dilihat dari hubungan internasional, kedudukan negara manapun makin tidak mudah dipahami, dengan suatu alasan tertentu ada negara menintervensi suatu negara, seperti terlihat kasus Amerika Serikat dan sekutunya mengintervensi Irak (1991), kembali terjadi Amerika Serikat dengan sekutunya menintervensi Libya (2011). Negaranegara kecil dan berkembang semakin tidak berdaya menghadapi negaranegara “besar”, bahkan Perserikatan BangsaBangsa  mengalami keadaan yang sama dalam menghadapi tekanan kekuasaan negara “besar”. Negara besar sesuai dengan kedudukannya dapat memaksakan kehendaknya terhadap badan dunia. Amerika Serikat muncul sebagai satusatunya “kekuatan besar” dengan “hegemoni” kepada negara mana pun bagaikan “polisi dunia”.

Pembahasan

Pembahasan dalam tulisan ini akan fokus pada pengertian dan peranan negara, khususnya bagaimana peranan negara itu dimainkan negara Indonesia berdasarkan perubahan UUD 1945. Perlu dipahami gejala negara sebagai “entitas” kehidupan modern. Pembahasan tentu tidak bisa merangkul kompleksitas isu luasnya peranan negara yang kelihatan dalam fungsi negara, terutama persoalan keamanan dan ekonomi. Persaingan antara fungsi sosioekonomi dan keamanan adalah fokus peranan negara. Asal mula negara ditandai dengan kewenangan yang terpusat, hierarki yang diformalkan, pengkhususan pekerjaan dalam pelaksanaan tugas umum dan komunikasi tertulis (Rodee et al., 1993). Negara adalah salah satu dari konsep utama dalam ilmu politik, disamping konsep kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy) serta distribusi (Budiardjo. 1978). Pemahaman terhadap konsep negara cukup rumit sehingga tidak ada kesamaan pandangan para ahli yang mengandung unsur perbedaan bahkan pertentangan. Beberapa pemahaman tersebut (lihat: Rusli Karim, 1995) antara lain:

  1. Negara sebagai pelaku politik yang secara jelas memiliki potensial berpengaruh luas secara kausal dalam masyarakat (Anderson, 1987). Negara sebagai alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia dan mengatur gejalagelala kekuasaan dalam masyarakat. (Budiardjo, 1978). Negara dengan kedaulatannya menjadi alat yang kuat memajukan manusia, sehingga merupakan satu institusi penting masyarakat untuk membantu manusia meraih tujuan hidup yang lebih baik (Singh, 1986).

  2. Pandangan lain mendefinisikan negara sebagai institusi formal yang dibentuk untuk melayani keperluan manusia yang telah berkembang sepanjang sejarah ”evolusi” sosial (Rodee, et al., 1983). Menurut Durkheim, negara adalah ”organ” pemikiran sosial yang berperan sebagai ”organ” komunikasi dengan masyarakat lainnya, berbeda dengan pandangan Weber melihat dengan dari tiga unsur pokok, yaitu staff administrasi (regularized), ”klaim” monopoli kontrol dengan kekerasan dan monopoli terhadap kawasan territorial tertentu (Giddens, 1987). Sedangkan Giddens sendiri mendefinisikan negara sebagai satu aparat politik, yang memerintah satu teritorial tertentu, mempunyai otoritas yang didukung oleh satu sistem hukum dan kemampuan menggunakan kekuatan untuk memberlakukan kebijaksanaannya (Giddens, 1993).

  3. Sebagai perkumpulan sosial, negara mempunyai kelebihan, yaitu kemampuan memaksa (koersif) terhadap perkumpulan lainnya dan individu, yang merupakan satusatunya badan yang memonopoli legitimasi (Rusli. 1995). Kekuatan memaksa inilah yang menjadi tumpuan perhatian para sarjana. Menurut O’Donnell menegaskan bahwa negara merupakan hubungan sosial yang bersifat dominan, tetapi negara juga menyatukan konsensus sehingga ia mempunyai legitimasi, Sedangkan menurut Weiner, negara diperlukan untuk integrasi politik yang meliputi integrasi bangsa, wilayah, nilai, elite dan massa. (Surbakti, 1992). Peranan negara disini akan lebih jelas apabila dikaitkan dengan tiga sifat negara oleh Miriam Budiardjo (1978) yaitu: sifat memaksa, monopoli dan mencakup semua.

  4. Negara akan menjadi kuat apabila didukung oleh tiga unsur. Pertama, material yang meliputi bahan mentah, kebangsaan, penduduk, energi dan produksi baja serta pembentukan militer. Kedua, politik yaitu luasnya legitimasi negara, kemampuan aparatur negara untuk membuat keputusan yang tepat terhadap suatu krisis dan basis antar negara  (Rusli. 1995) Miliband menyatakan enam institusi yang dimiliki negara, yaitu pemerintah, administrasi dan polisi, yudisial, pemerintah daerah dan parlemen (Miliband, 1983).

  5. Dalam konteks ekonomi peran negara semakin jelas dan menonjol yang dianggap sebagai suatu alat utama untuk melakukan perubahan sosial dan memenuhi aspirasi ekonomi. Oleh sebab itu, diperlukan  revolusi radikal untuk menciptakan suatu negara yang kuat menghadapi persaingan ekonomi asing, intervensi dan subversi militer untuk membangun ekonomi negara (Wertheim, 1992). Fungsi negara mengatur, memaksa dan mengelola dalam aktivitas ekonomi cukup berlaku agar mampu memenuhi tantangan pembangunan bangsa, partisipasi dan keadilan distributif, negara juga menetapkan caracara dan batasbatas penggunaan (Rusli, 1995).

 

Berbagai pengertian  dan pemahaman tentang negara sebagaimana uraian diatas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur negara yang paling penting yang dapat  membedakan dengan organisasi lainnya adalah luas dan besarnya kekuasaan dan kedaulatan serta hak istimewa negara dalam memaksa segala macam institusi untuk tunduk kepadanya dengan hegemoni yang dimilikinya. Apalagi dalam penerapan sistem sosialis tradisional negara dapat memonopoli serta dapat merampas hakhak rakyat baik secara pribadi, sosial dan ekonomi maupun substansi seperti cara berpikir, berbicara dan bertingkah laku.

 

Peranan negara biasanya sesuai dengan fungsi institusi politik dan ditentukan oleh corak sistem politiknya. Menurut Adam Smith, tugas negara adalah melindungi masyarakat dari kekerasan institusi manapun, ketidakadilan masyarakat lain dan menjaga pekerjaan masyarakat (Stepan, 1978), sedangkan fungsi negara lain adalah keamanan luar negeri, ketertiban dalam negeri, keadilan, kesejahteraan umum dan kebebasan (Budiardo, 1978). Oleh sebab itu, negara memerlukan sarana untuk tercapainya fungsi tersebut, yaitu kekuatan polisi dan militer, peradilan independen, pegawai negeri yang taat kepada negara serta administrasi keuangan yang jujur dan monopoli persoalan keuangan (Bonne, 1973)

 

Dari berbagai perspektif fungsi negara, yang lebih menonjol adalah peranan negara dalam bidang ekonomi dalam bentuk pemilikan masyarakat terhadap kapital produksi (state owned enterprise). Beberapa fungsi negara yang berkaitan dengan ekonomi, yaitu: menjamin hak miliki, liberalisasi ekonomi, pengaturan siklus bisnis, perencanaan ekonomi, pemberian input tenaga kerja, tanah, modal, teknologi, infrastruktur ekonomi dan input manufaktur, campur tangan sensus sosial dan mengelola sistem ekonomi (Rusli, 1995). Sekalipun banyak tokoh yang mempunyai pandangan peranan negara dalam ekonomi dominan, namun tokok lain seperti Evans membantah ”hipotesis” negara merupakan ”aktor ekonomi” yang sudah ditinggalkan, karena aktor lintas bangsa swasta lebih berkembang, sehingga aparatur negara menjadi lemah (Evans, 1986).

Pengaruh ideologi terhadap peranan negara sangat berkesan, negaranegara sosialis lebih menunjukkan peran utama dalam pembangunan sosial ekonomi, terlebih lagi pada negaranegara yang sedang berkembang, sedangkan negaranegara pusat kapitalis lebih rendah. Kuatnya peranan negara  ditandai pula oleh rejim otoriterian, sebaliknya gerakan demokratisasi membawa  akibat melemahnya peranan negara.

 

Berdasarkan uraian tentang peran negara diatas menunjukkan betapa banyaknya pengaruh yang sangat rentan terhadap kedudukan suatu negara. Realitas perbedaan kekuatan negara pada era globalisasi telah membuat negara ”kecil atau lemah” makin sulit menghindari kondisi saling ketergantungan yang cenderung merugikan negara yang lemah/kecil. Ketergantungan itu meliputi  komponen, seperti: tingkat dan kualitas perdagangan, kepentingan geografis dan geostrategis, tingkat perkembangan budaya dan teknologi, perbedaan ekonomi dan derajat ekslusivitas sistem ekonomi negara dan konstelasi politik kekuatan negaranegara besar (Stojanovic, 1978).

Menjelang abad ke21 peranan negara di bidang ekonomi, khususnya pasca perang dingin beralih kepada perlawanan (rivalry) ekonomi, perlombaan (race) teknologi dan berbagai corak peperangan komersial lainnya (Kennedy, 1994). Dunia dikuasai oleh dua corak kapitalisme, yaitu kapitalisme “individual” yang dipimpin oleh Amerika serikat dan Inggris dan kapitalisme ”komunitarian” di bawah kekuasaan Jerman dan Jepang (Thurow, 1993). Dalam dunia yang didominasi oleh kapitalisme muncul peran negara yang disebut positive capitalist state dengan ciricirinya adalah memelihara logika kapitalis, pembangunan ”akar rumput” dan berorientasi kepada pasar (Gadzey, 1992).

Berbagai pandangan peranan negara sebagai dipaparkan diatas, dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori, yaitu peranan negara bersifat pengaturan, peran negara berkaitan dengan kemajuan ekonomi, peran negara berkaitan dengan kesejahteraan sosial dan keamanan, serta peran negara untuk bekerja sama antar negara. Kajian tentang peranan negara diperlukan pendekatan multidisipler, perkembangan masyarakat mempengaruhi corak dinamika peranan negara. Demokratisasi sangat mempengaruhi dinamika peranan negara, namun demokrasi mengalami banyak tantangan di era globalisasi yang berakibat negaranegara kuat atau besar ada kecenderungan memiliki pengaruh terhadap negara berkembang sehingga melemahnya peran negara di negara berkembang.

 
Peran Negara Menurut Konstitusi Indonesia

Dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dinyatakan dengan jelas tentang peranan negara pada alinia keempat, yang berbunyi:

… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam  suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang  Maha Esa, … ”.

Berdasarkan pernyataan Pembukaan  1945 alinea keempat tersebut diatas menunjukkan bahwa peranan negara cukup kuat, dapat terlihat dari:

Pertama, pernyataan ”… melindungi segenap bangsa Indonesia…” mengandung arti bahwa negara menjamin terpeliharanya dengan jelas hakhak warga atau penduduk dalam segala aspek kehidupan, seperti terjaminnya keselamatan jiwa dan raga, kepemilikan, kebebasan berakidah, berorganisasi, berpendapat dan lainlain sebagainya.

Kedua,pernyataan “… seluruh tumpah darah …”, berarti negara sangat berperan dalam mempertahankan tanah air yang menjadi tumpah darah bangsa Indonesia, seluruh wilayah menyatu dengan bangsa adalah tanggung jawab negara  untuk mempertahankannya, seperti keutuhan wilayah negara dari gangguan, ancaman dan tantangan dari luar, negara berperan menangkal upaya negara asing untuk mengintervesi sejengkalpun tanah Indonesia.

Ketiga,pernyataan “…memajukan kesejahteraan umum…” mengandung arti peranan negara sangat dominan dalam kemajuan ekonomi, membrantas kemiskinan, meningkatkan pendapatan rakyat, menekan angka penggangguran dan sekaligus membuka lapangan kerja dan lainlain sebagainya.

Keempat, pernyataan “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” mengandung arti negara berperan dalam pemberantasan buta huruf dan  rendahnya mutu pendidikan, meningkatan kualitas sumber daya manusia dan lainlain sebaginya.

Kelima, pernyataan “…ikut melaksanakan ketertiban dunia….” mengandung arti negara terlibat dalam proses perdamaian dunia secara aktif, kepedulian yang tinggi terhadap masalah yang muncul di negara lain dan bekerja sama dengan masyarakat internasional untuk memecahkan persoalan dunia.

Persoalannya adalah bagaimana negara memainkan perannya yang telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, kita harus melihat landasan konstitusionalnya dalam pasalpasal UUD 1945. Berdasarkan ketentuan tentang “bentuk dan kedaulatan” yang dinyatakan dalam bab I UUD 1945, yaitu Pasal 1 ayat (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

Sebagai bentuk negara kesatuan, maka peran negara sangat kuat terhadap seluruh bangsa dan tanah air negara Indonesia. Bagaimana bentuk pelaksanaannya terlihat dari pernyataan yang berbentuk republik..”, yang menunjukkan bahwa bentuk pemerintahan negara adalah ”republik” dimana ciri utamanya adalah kepala negara adalah Presiden. Dengan demikian tinggi atau rendahnya, kuat atau lemahnya peranan negara sangat ditentukan oleh kekuasaan yang dimainkan oleh Presiden. Khususnya kekuasaan yang ditujukan kepada fungsi dan peranan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 di atas. Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat  dilaksanakan menurut UndangUndang dasar”. Ayat ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, sistem pemerintahan yang digunakan adalah demokrasi. Sebagai negara demokrasi harus sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam UUD 1945. Karakteristik demokrasi yang dituntut menurut UUD 1945 adalah semua lembaga kenegaraan yang memiliki kekuasaan harus dipilih baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kelembagaan negara menurut UUD 1945 dapat dibedakan atas kelembagaan bersifat aktif, yaitu  lembaga eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan legislatif (DPR dan DPD) dan kelembagaan negara yang bersifat pasif, yaitu kekuasaan kehakiman/yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial).

Kelembagaan negara  yang bersifat aktif harus dilakukan pengisian jabatan tersebut melalui pemilihan umum secara langsung, yaitu pemilihan umum terhadap Presiden dan wakil Presiden secara langsung sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945, pasal 6A ayat (1): “Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pasangan secara langsung merupakan jawaban secara historis dan politik kenegaraan Indonesia yang menghendaki legitimasi kekuasaan lebih kuat sekaligus relevansi aspirasi dan keinginan rakyat. Dengan demikian Presiden dan wakil Presiden memiliki kepercayaan yang luas untuk menjalankan kekuasaannya. Selain Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai lembaga legislatif yang juga bersifat aktif, juga dipilih secara langsung melalui pemilihan umum sebagaimana dinyatakan oleh UUD 1945 pasal  19 ayat (1): ”anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”.  Begitu juga dengan Dewan Perwakilan Daerah menurut UUD 1945 pasal 22C ayat (1):anggota Dewan perwakilan daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum”.

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana demokrasi untuk menyelenggarakan pemilihan  anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pasal 22E ayat (2). Pemilihan umum anggota lembagalembaga negara tersebut memiliki karakter tersendiri, yaitu:

 

  1. Pemilihan anggota DPR dan DPRD melalui kelembagan partai politik, dimana dominasi partai berperan menentukan sesiapa yang dapat dicalonkan oleh partai politik tersebut. Rakyat yang berdaulat dibayangbayangi oleh simbol partai politik untuk memilih wakil yang mereka kehendaki. Kesan partai politik lebih dominan terhadap rakyat pemilih berbanding calon/personal, disini akan terjadi calon wakil rakyat dengan rakyat pemilih kurang dikenal, sekalipun berbagai sistem pemilihan umum telah disempurnakan memalui perubahan – undang pemilihan. Kualitas partai politik dan kesadaran serta pemahaman (pendidikan politik) makna  demokrasi bagi warga negara sangat mempengaruhi terhadap kualitas wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.

  2. Pemilihan anggota DPD adalah perseorangan sesuai pasal 22E ayat (4). Pemilihan anggota  DPD kurang populer bagi masyarakat umum, lembaga ini hanya sekedar pelengkap disamping DPR dalam menempatkan fungsinya sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pendekatan personal dari caloncalon DPD untuk dipilih dalam pemilihan umum belum menyangkau rasionalisasi massa, apalagi UUD 1945 menempatkan DPD sebagai lembaga negara dalam posisi sangat lemah, sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 22D, dengan kalimat kerja “…dapat mengajukan kepada DPR… ”, “… ikut membahas…” dan ”… dapat melakukan pengawasan…”, semua terkait dengan otonomi daerah, namun demikian keputusan dalam legislasi berada di bawah kekuasaan DPR.

  3. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dinyatakan dalam pasal 6A ayat (1) UUD 1945 ”… secara langsung oleh rakyat”. Hal ini mengandung makna bahwa legitimasi Presiden dan Wakil Presiden sangat kuat. Sekalipun pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, namun warga negara  yang berhak memilih fokus kepada personal tanpa simbolsimbol partai. Hal ini berbeda dengan pemilihan  anggota DPR yang lebih menonjolkan simbol partai politik. Dengan demikian legitimasi dan kedekatan secara psikologis Presiden dan Wakil Presiden lebih kuat berbanding DPR dihadapan rakyat. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah merupakan simbol ”republik” dan lebih dominan memainkan kuat dan lemahnya peranan negara.

Kelembagaan negara yang bersifat pasif, juga memiliki peranan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yaitu: Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan kekuasaan kehakiman dinyatakan dalam konstitusi, sebagai berikut:

Pertama, pasal 24 ayat (1):  ”Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Pasal ini merupakan jaminan tegaknya hukum dan keadilan sebagai syarat dari negara hukum atau rule of law, kekuasaan manapun tidak boleh mencampuri kekuasaan kehakiman, termasuk Presiden. Dibalik itu Presiden dalam menjalankan kekuasaannya harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Kedua, sebagai negara hukum, hukum harus sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, jaminan bahwa hukum memiliki rasa keadilan masyarakat dapat dilihat dalam dua ketentuan dalam UUD 1945, yaitu: Pasal 24A ayat (1), menyatakan bahwa: ”Mahkamah Agung berwenang… , menguji peraturan perundangundangan dibawah undangundang terhadap undangundang… ”. Ketentuan ini menunjukkan bahwa pemerintah atau Presiden dan aparturan negara lainnya yang berwenang mengeluarkan hukum (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah dan lainlainnya) harus mampu menterjemahkan undangundang sesuai dengan citacita hukum dan rasa keadilan masyarakat . Pasal 24C ayat (1) menyatakan bahwa: ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar,memutuskan pembubaran partai politik,…”. Ketentuan ini menunjukkan adanya jaminan supremasi hukum yang berjiwa keadilan, hukum berada diatas kekuasaan, keputusan yang dibuat oleh lembaga eksekutif bersama legislatif dapat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apabila menurut penilaian MK tidak sesuai atau bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945. Sembilan orang hakim memiliki integritas yang tidak diragukan keahliannya, sesuai pasal 24C ayat (5) ” … memiliki integriatas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan…”. Hakim MK ditetapkan oleh Presiden (secara administratif) yang berasal dari pengajuan masingmasing tiga orang dari Presiden, Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 24C ayat (3). Berdasarkan ketentuan UUD 1945 peranan negara pada hakekatnya dominasi dari kekuasaan Presiden, sedangkan lembaga lagi lebih banyak memberikan pengawasan secara legislasi yang diperankan oleh DPR dan DPD serta pengawasan judisial oleh lembaga kekuasaan kehakiman, khususnya MA dan MK.

 

Kekuasaan Pemerintahan

Sistem presidensial dalam UUD 1945 mengacu kepada kedudukan dan peran sentral dari presiden dalam penyelenggaraan negara. Presiden memimpin administrasi negara, mengendalikan pemerintahan sebagai pemimpin tertinggi lembaga eksekutif dan juga sebagai kepala negara. Ketika Presiden secara sah memenangi pemilu, dia memperoleh mandat  langsung dari rakyat dan menjadi pemimin administrasi negara, sebagai kepala negara, Presiden secara moral dan hukum menampilkan semua gerak dan kegiatan negara secara nyata. Menjaga keharmonisan dan keserasian pelaksanaan fungsi masingmasing institusi yang ada dalam negara merupakan dimainkan oleh sang kepala negara (Presiden).

Kewenangan konstitusional kepala negara ditandai dengan kewenangan yang dimilikinya dalam penggunaan hak prerogatif sebagaimana dinyatakan dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUD 1945, seperti: memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan darat, laut dan udara, membuat perdamaian dengan negara lain, menyatakan keadaan bahaya, memberi grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, mengangkat dan menerima duta.

Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 peranan negara cukup kuat dilihat dari segi hukum sebagaimana yang dinyatakan diatas, namun demikian implementasinya sangat ditentukan kepada pejabat yang menjalankan ketentuan peran negara tersebut. Rendahnya kemampuan dan semangat penyelenggara negara menyebabkan makna yang terkandung dalam tugastugas kenegaraan dalam UUD 1945 kurang berfungsi. Apabila kita melihat kembali penjelasan UUD 1945 (sebelum direformasi) dinyatakan bahwa bagaimanapun baik suatu undangundang dasar apabila semangat penyelenggaranya kurang, maka peranan negara yang telah baik dan kuat dalam undangundang dasar tidak mempunyai arti, sebaliknya apabila semangat penyelenggara negaranya adalah baik, sekalipun undangundang dasar kurang sempurna, maka jalannya kenegaraan boleh jadi lebih baik, yang penting adalah semangat penyelenggara negaranya.

Pada era reformasi dari awalnya banyak harapan rakyat yang ditumpukan kepada negara agar neara mampu berperan sebagaimana diamanatkan UUD 1945, namun demikian setelah bergulirnya reformasi selama lebih 10 tahun kepercayaan masyarakat pada kemampuan negara mengelola berbagai permasalahan tampaknya menipis. Dispartitas yang tinggi antara problem dan tingkat kepuasan terhadap penanganan masalah bangsa menunjukkan komponen kenegaraan belum optimal menangani berbagai masalah (Sultani, 5), negara terkesan tidak memiliki pijakan yang kuat sehingga kerap tergagap dalam menghadapi problem penting yang muncul, sering persoalan dibiarkan mengambang tanpa penyelesaian bersifat substansial, seperti  masalah korupsi dan kemiskinan adalah problem yang besar, negara bersikap defensif dalam menghadapinya persoalan pada Bank Century, mafia pajak, mafia hukum dan lainlainnya yang berakhir dengan antiklimaks. Dalam persoalan kemiskinan Kompas, 114 201, negara cenderung menampilkan agregat kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi menutupi jurang kaya – miskin yang semakin mendalam.

Berdasarkan jajak pendapat (Sultani, 5), tentang tingkat kepuasan masyarakat dengan upaya yang dilakukan negara untuk menyelesaikan persoalanpersoalan, korupsi, ancaman terorisme, kriminalitas, kekerasan sosial, harga barang dan biaya hidup, pengangguran dan ketimpangan sosial, pengelolaan keuangan daerah era otonomi, sikap Dewan Perwakilan Rakyat. Persoalan tersebut masyarakat merasakan tidak puas antara diatas 80%, kecuali terroris (66,7%). Berdasarkan data diatas menunjukkan lemahnya negara dalam mengemban tugas berbeda dengan ketentuan yang telah digariskan dalam UUD 1945.

Dilema melemahnya peran negara apabila dilihat fokus kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif yang mempunyai otoritas legal dalam melakukan tindakan langsung kepada rakyat dalam bentuk kebijakankebijakan diberbagai bidang untuk memecahkan persoalan bangsa dan negara. Kelemahan eksekutif disamping faktor karakter manajemen atau kepemimpinan  yang dimainkan oleh personal, juga keraguan pengambilan keputusan akibat tekanan pluralis opini secara internal dan eksternal. Kondisi ini sebagai suau gejala saling ketergantungan dalam proses kekuasaan politik di era globalisasi, sekalipun UUD 1945 telah memberikan landasan yuridis kepada pemegang kekuasaan, namun sulit bagi penguasan untuk menjalankan peranan negara itu secara maksimal. Inilah suatu dilematis peranan negara di era global yang dipikirkan solusinya.

 

Kesimpulan

Secara teoritis keberadaan negara memiliki otoritas sangat kuat, baik secara yuridis maupun secara sosiaopolitik. Kekuasaan yang dimiliki negara bertaraf “kedaulatan” untuk mempertahankan negara, memelihara keamanan, memajukan dan mencerdaskan bangsa serta memajukan kemampuan dalam hubungan internasional atas dasar persamaan kedaulatan dan kebenasan. Sifat memaksa, monopoli dan mencakup semua adalah keistimewaan kekuasaan yang dimiliki oleh negara yang memberdakannya dengan organisasi lainnya. Perubahanperubahan dalam suatu masyarakat bangsa secara lancar terjadi apabila negara berperan secara dominan. Perubahan kehidupan hubungan masyarakat secara internasional (global) menjadikan peran negara mulai mengalami penurunan, namun problem kehidupan masyarakat bangsa dalam berbagai bidang kehidupan tetap menuntut kehadiran negara.

Undang-undang dasar 1945 telah menetapkan secara  fundamental  yuridis  peranan yang harus dimainkan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, seperti pernyataan dengan kata kunci: ”melindungi, memajukan, mencerdaskan dan ikut serta dalam perdamaian dunia”. Terdapat empat peran negara, tiga pertam ditujukan ke dalam negeri sedangkan satu untuk luar negeri.

Legalitas formal sebagai amanat konstitusi terhadap peranan negara dalam implementasinya sulit untuk diwujudkan secara maksimal. Faktor semangat penyelenggara negara yang juga kuatnya saling ketergantungan dan pluralis kepentingan dalam proses pembentukan kekuasaan negara merupakan suatu hambatan atau gangguan. Pemerintah sebagai pelaku utama yang memainkan peran negara menunjukkan kecenderungan lemah dalam bertindak. Oleh sebab itu, perlu suatu tinjauan kembali kualitas proses kehidupan kenegaraan melalui sistem demokrasi yang diamanatkan konstitusi.

Penafsiran konstitusi perlu ditinjau kembali melalui perundangundangan yang sudah ada, secara sosial kultural perlu adanya upaya perubahan perilaku masyarakat terhadap sistem demokrasi melalui pendidikan politik oleh segenab institusi baik pemerintah maupun masyarakat. Peranan negara akan terwujud secara maksimal apabila terjadi perubahan fundamental dalam sistem pemilihan umum, pemantapan budaya pluralis, pembenahan sistem parlemen dan lebih khusus lagi terkait dengan dengan sistem presidensial yang dianut oleh UUD 1945.

 

Daftar Pustaka
Anderson, L, “The  State in the Middle East and North Africa”, Comparative Politics 20. No. 1 1987.

Budiardjo, M, “DasarDasar Ilmu Politik”, Gramedia, Jakarta, 1978.

Bonne, A, “State and Economics in the Middle East: A Society in Transition”, Westport. Connecticut, Greenwood Press, Westport, 1973.

Gadzey, A.T.K, “The State and Capitalist Transformation in SubSaharan Africa”, Comparative Political Studies 24. No. 4, 1992.

Giddens, A, “The Nation State and Violence”, Cambridge, Polity Press, Cambridge, 1987.

Indonesia, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kennedy, P, “Preparing for the Twenty First Century”, Vintage Books, New York, 1994.

Rodee, C. et al, “Pengantar Ilmu Politik”, Rajawali Press, Jakarta, 1993.

Rusli Karim, M, “Evolusi Perkembangan Peranan Negara”, Analisa CSIS. Th. XXIV. No.2. Jakarta, 1995.

Singh, D, “Role of  the State in Developing Societies with Special Reference to India”, The Indian Jurnal of Political Science XLVII. No. 2, 1986.

Sultani, “Negara dalam Pusaran Problem”, Kompas, 114 2011.

Stojanovic, R, “Interdependence in International Relations”, International Social Science Jurnal XXX. No. 2 1978.

Thurow, L, “Head to Head”, Nicholas Brealey Publishing, London, 1993.

Varma, S.P, “Teori politik  modern”, Rajawali Press, Jakarta, 1995.

Wertheim, W.F, “The State and the Dialectics of Emancipation”, Development and Change. 23 No. 3, 1992.

Miliband. R. 1983. State Power and Class Interests. New Left Review. 138: 657688.