Sidang Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi

Sidang Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi

Penggunaan Bahasa Asing Jadi Syarat Kelulusan Perguruan Tinggi Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahulan terkait penggunaan bahasa asing dalam sistem pendidikan nasional. Gugatan itu diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang mewakili mahasiswa, guru dan dosen.

Perkara No. 98/PUU-XIV/2016, Uji UU Bahasa Indonesia di Mahkamah Konstitusi
Adapun yang tergabung dalam Koalisi Bumikan Bahasa Indonesia (KBBI) :
1. Vicktor Santoso Tandiasa S.H., M.H
2. Rasminto S.pd.,M.Pd
3. Dhisky, S.S., M.Pd
4. Arif Rachman
5. Ryan Muhammad, S.h., M.Si(Han)
6. Mochamad Roem Djibran, S.H., M.H
7. Sodikin S.H
8. Rifal Afriadi, S.S
9. Syurya Muhammad Nur, S.pd., M.si
10. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Esa Unggul (BEM UEU)
11. Badan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul (BEM FH UEU)
12. Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ)

Saat di Mahkamah Konstitusi

Saat di Mahkamah Konstitusi

Gugatan yang dimohon oleh Viktor Santoso Tandiasa, Ryan Muhammad, Sodikin, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, serta Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta itu, ingin menguji pasal 37 ayat 3 UU No 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 33 ayat 3 UU No 12 Tahun 2003 tentang Bendera, Bahasa Asing dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, kemudian pasal 29 ayat 2 UU No 24 tahun 2009 tentang Lagu Kebangsaan.

“Pasal tersebut hanya mengatur ketentuan bahwa bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan dimaknai bahasa asing sebagai bahasa semua peserta didik di semua jenjang pendidikan di Indonesia,” ujar Kuasa pemohon Achmad Saifudin Firdaus dalam keterangan tertulisnya usai persidangan di MK,

Achmad mengatakan, seharusnya bahasa Indonesia dapat dijadikan instrumen penunjukan eksitensi dan identitas nasional. Namun kondisi yang terjadi sistem pendidikan perguruan tinggi menjadikan bahasa asing sebagai syarat wajib.

“Namun pasal itu dimaknai juga sebagai syarat hasil penelitian karya civitas akademik yang diterbitkan dalam jurnal international sebagai syarat wajib kelulusan publikasi jurnal bagi mahasiswa S1, S2 dan S3,” imbuhnya.

Dia menjelaskan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak punya kekuatan hukum yang mengikat dalam satu sistem. Sehingga tidak menjadi beban proses pendidikan peserta didik.

“Gugatan ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi dengan tujuan agar bahasa asing dapat menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan namun tidak dapat menghambat kelulusan bagi peserta didik di Indonesia,” pungkasnya.

Usai membacakan permohonan Majelis Hakim I Dewa Gede Palguna menutup sidang Permohonan dengan Nomor resgiter 98/PUU-XIV/2016 untuk dimusyawarahkan dengan hakim anggota lainnya. Sidang pun kembali dilanjutkan Senin (21/11) dengan agenda perbaikan permohonan.

Sumber: detik, BEM UEU