Kedudukan Dan Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Ditinjau Dari Segi Hukum Kontrak

Deskripsi:

Perkembangan dunia bisnis dan usaha di mulai semenjak tahun 1970 , ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum Of Understanding. Memorandum Of Understanding merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya Memorandum Of Understanding adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya. Memorandum of Understanding di dalam hukum konvesional Indonesia tidak ada ketentuannya secara tegas, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya dan juga mengenai akibat hukum jika terjadi pelanggaran isi Memorandum of Understanding. Dalam hal ini penulis membahas tentang KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK. Bagaimana kedudukan hukum Memorandum of Understanding ditinjau dari hukum kontrak dan akibatnya jika ada salah satu pihak melakukan pengingkaran terhadap klausul Memorandum of Understanding. Sehingga penulis tertarik untuk mencapai tujuan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian hukum perdata secara normatif dengan tahapan yakni yang pertama melakukan pendekatan masalah secara yuridis normatif terhadap data yang diperoleh, yang kedua menggunakan teknik pengumpulan data, yang ketiga analisa bahan hukum dengan metode kualitatif. Kesimpulan yang didapat penulis adalah Kedudukan Memorandum of Understanding ada dua macam yaitu yang bersifat kontrak dan tidak. Yang bersifat kontrak (Gentlement Agreement) didukung Teori-teori Holmes. Menurut asas dalam kontrak disebut kontrak apabila sifatnya sudah final. Jadi dalam hal ini Memorandum of Understanding yang dalam materinya menyebutkan mengenai perlunya perjanjian lanjutan setelah penandatanganan Memorandum of Understanding ini, maka Memorandum of Understanding yang semacam ini bukanlah suatu kontrak, karena sifatnya tidak final. Memorandum of Understanding yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tidak ada sanksi apapun bagi yang mengingkarinya kecuali sanksi moral sedangkan untuk Memorandum of Understanding yang sifatnya merupakan suatu kontrak atau setingkat dengan perjanjian berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, maka apabila terjadi suatu wanprestasi terhadap substansi dalam Memorandum of Understanding ini maka pihak tersebut harus memenuhi prestasi yang telah diingkarinya atau ia akan dikenai sanksi dari perundang-undangan yang berlaku. Suatu Memorandum of Understanding yang tidak mempunyai suatu kekuatan hukum yang memaksa (sanksi) bisa mempunyai sanksi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari teori ratifikasi. Jadi dalam hal ini dengan adanya ratifikasi dari Memorandum of Understanding tersebut akan membuat Memorandum of Understanding menjadi suatu kontrak yang sempurna apabila dalam ratifikasi kontrak baru tersebut telah mengandung unsur sanksi dan pembuatannya telah final.

Penulis:
RUDI HARTONO MANALU ( 2007-41-156 )
Download: