Ir. Jero Wacik

ORASI ILMIAH MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PADA WISUDA MAHASISWA UNIVERSITAS ESA UNGGUL

SABTU, 6 OKTOBER 2012

Kepada Yth. Rektor Universitas Esa Unggul Dr. Ir Arief Kusuma Amongpradja, MBA,

Ketua Yayasan Pendidikan Kemala Bpk. Dr. Abdul Gofur,

Yth. Para Dekan dan civitas Universitas Esa Unggul

Adik-adik Wisudawan Wisudawati yang saya cintai

Dan para orang tua Wisudawan yang sangat berbahagia saat ini

Para hadirin dan undangan lainnya

Om Swastiastu

Assalamualaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Pertama saya sampaikan terimakasih kepada panitia khususnya Universitas Esa Unggul pada umumnya yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul “Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Kesejahteraan Rakyat” dihadapan saudara-saudara sekalian yang sedang berbahagia.

Saya memulai dengan menunjukkan data yang dibuat oleh McKinsey Global Institute dan diterbitkan pada bulan September 2012 yang lalu yang berjudul “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential” pada gambar ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi secara riil tahun 2000 sampai 2010 sebesar 5,2% per tahun, Indonesia termasuk Negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu menempati urutan ke-3, sehingga menempati posisi di atas rata-rata negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Apabila kita kumpulkan parameter-parameter penting yang dikumpulkan oleh McKinsey dapat dilihat bahwa dalam hal GDP tahun 2011 sebesar 0,8 triliun USD menempati rangking ke-16 dari 40 negara anggota OECD dan BRICS. Pertumbuhan GDP tahun 2000 sampai 2010 sebesar 5,2% menempati rangking ke-3. Debt to GDP Ratio sebesar 25% menempati posisi ke-6 dunia, artinya perbandingan GDP dengan hutang yang hanya 25% menunjukkan pertumbuhan Indosesia hanya didorong 25% oleh hutang untuk pertumbuhan ekonominya, sementara sisa lainnya didorong oleh kemampuan produksi dalam negeri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menunjukkan performa yang manakjubkan pada 10 tahun terakhir.

Hal yang sangat baik dilihat pula pada periode 2010 samapi 2030 pertumbhan ekonomi Indonesia akan didominasi di Luar Jawa, hal ini disebabkan oleh semakin jenuhnya ekonomi di Jawa dan makin menariknya perekonomian di Luar Jawa. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan di Luar Jawa tersebut, ditunjang oleh semakin membaiknya infrastruktur dan daya beli masyarakat, hal ini tidak terlepas dari peran Pemerintah melalui program MP3I yang menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi di Luar Jawa.

Akhirnya McKinsey Global Institute, mengambil kesimpulan bahwa saat ini Indonesia berada pada rangking ke-16 dunia dari sisi ekonomi, dan di tahun 2030 diharapkan di Indonesia akan berada pada rangking ke-7 dunia dari sisi jumlah konsumen diharapkan meningkat dari 45 juta saat ini, menjadi 135 juta pada tahun 2030. Saat ini, 53% dari penduduk di perkotaan yang notabene memproduksi 75% pendapatan nasional, diharapkan pada tahun 2030 bisa meningkat menjadi 71% dari penduduk di perkotaan memberikan kontribusi sebesar 86% dari pendapatan nasional. Begitu pula dalam hal tenaga kerja terampil yang saat ini sebanyak 55 juta orang akan dibutuhkan sebanyak 113 juta orang pada tahun 2030. Dan yang paling penting pula bahwa peluang pasar di bidang jasa konsumen, pertanian dan perikanan, sumber daya alam, dan pendidikan meningkat dari 0,5 triliun USD pada saat ini menjadi 1,8 triliun USD pada tahun 2030.

Hadirin yang berbahagia,

Seperti kita ketahui bersama bahwa pendapatan negara pada tahun 2012 sekitar 1400 triliun rupiah atau setara dengan 151 miliar USD, terpenuhi dari sektor minyak dan gas bumi sekitar 30 miliar USD dan dari pertambangan mineral dan batubara sekitar 12 miliar USD sehingga sektor ESDM memberikan kontribusi sekitar 28% terhadap anggaran APBN.

Peningkatan pendapatan dari sektor ESDM dalam rangka menyehatkan APBN selalu meningkat, misalnya pada tahun 2009 sumbangan ESDM baru sekitar 23 miliar USD dan pada tahun 2012 mencapai sekitar 42 miliar USD, hampir mencapai dua kalinya hanya dalam waktu 3 tahun. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sektor ESDM dalam postur APBN.

Memang posisi Indonesia saat ini pendapatan per kapita-nya masih tergolong rendah, sehingga diproyeksikan pada saat ini sekitar 5 ribu USD per kapita akan bisa mencapai sekitar 12 ribu USD per kapita pada tahun 2030, yang tentunya akan terus bergerak mendekati Jepang, Korea Selatan, Inggris, Perancis, Jerman, dan negara maju lainnya.

Efek dari peningkatan pendapatan per kapita tersebut, maka juga akan meningkatkan konsumsi energi per kapita yang pada saat ini hanya sekitar 25 juta BTU per kapita, bisa meningkat menjadi 50 juta BTU per kapita. Sehingga pemilihan sumber energi primer yang tidak terlalu membebani lingkungan menjadi sangat penting di masa yang akan datang.

Berkaca pada pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat tadi yang tentunya akan meningkatkan konsumsi energi per kapita, maka kondisi listrik pada tahun 2011 yang berkisar sekitar 40 giga watt, akan meningkat sampai 180 giga watt pada tahun 2030.

Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan listrik di masa yang akan datang menjadi sebuah keharusan yang sangat mendesak.

Walaupun ketergantungan terhadap energi fosil yaitu minyak, gas, dan batubara, McKinsey memprediksikan akan ada pertumbuhan energi baru dan terbarukan di masa yang akan datang dengan komposisi sekitar 15%. Hal ini bisa terjadi karena masih kuatnya energi fosil terutama peningkatan penggunaan batubara dari yang hanya 30 juta ton setara minyak per tahun akan bertambah menjadi 181 juta ton setara minyak per tahun pada tahun 2030.

Agar peningkatan energi baru dan terbarukan itu bisa lebih optimis dicapai, maka Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 5 tahun 2006 yang menunjukkan bahwa porsi energi baru dan terbarukan sudah harus tercapai 17% pada tahun 2025 yang artinya pada tahun 2030 bisa diatas 20%. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah sedang sangat giat-giatnya dan sangat serius memulai menghasilkan berbagai peraturan yang mendorong energi baru terbarukan menempati posisi kunci dalam pemenuhan energi, misalnya pemberian feed-in tariff (FIT) yang sangat menarik bagi pengembang energi baru terbarukan, begitu pula koordinasi dengan sektor lain agar kelancaran pembangunan sektor kelistrikan terutama dari energi baru terbarukan tidak mengalami hambatan.

Bapak, Ibu dan Hadirin yang saya hormati dan saya banggakan,

Untuk melengkapi pemahaman kita tentang sumber energi nasional, tabel ini menunjukkan peta kekuatan bangsa Indonesia dalam memenuhi energinya. Harus disadari bahwa minyak bumi yang sudah terbukti hasil eksplorasi yang tinggal diproduksikan ternyata hanya sebesar 4 miliar barel dan apabila ditambah dengan cadangan yang masih harus dibor menjadi sekitar 7,7 miliar barel atau sekitar 0,4% cadangan dunia.

Begitu juga Indonesia memiliki cadagan gas bumi sekitar 153 triliun standar kaki kubik atau setara dengan 1,7% cadangan dunia. Sedikit menggembirakan, cadangan batubara yang dimiliki Indonesia sebanyak 28 miliar ton. Di sisi lain, Indonesia masih memiliki cadangan dari gas metana batubara dan gas dari shale yang diharapkan pada masa mendatang memberi kontribusi pula pada cadangan gas konvensional. Namun kita harus berbangga bahwa Indonesia memiliki energi baru dan terbarukan sangat bervariasi, misalnya tenaga air sebanyak setara dengan 75 giga watt dan baru terpasang sekitar 9%, panas bumi 29 giga watt baru terpasang 5%, mini dan mikro hidro 800 mega watt baru terpasang 30%, dan biomasa 50 giga watt baru terpasang 4%.

Selain itu pula kita memiliki tenaga surya yang masih sangat kecil dimanfaatkan, tenaga angin yang baru akan mulai, dan tenaga nuklir yang baru terpasang sekitar 30 mega watt dari 3 giga watt yang bisa dimanfaatkan atau baru hanya berkisar 1% pemanfaatannya.

Oleh karena itu, kesempatan pengembangan energi baru dan terbarukan begitu sangat terbuka karena Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang sangat bervariasi.

Sering kita dengar turunnya produksi minyak yang menjadi bahan pemberitaan, juga seperti yang terlihat pada gambar berupa grafik berwarna hijau, bahwa Indonesia pernah mengalami produksi puncak pada tahun 1976 sebesar 1,6 juta barel minyak per hari pada saat produksi lapangan Minas di Sumatera yang memiliki cadangan cukup besar dimulai, begitu pula terjadi pada tahun 1995 puncak 1,6 juta barel minyak per hari tercapai karena berhasilnya injeksi uap di lapangan Duri. Setelah itu terus terjadi penurunan karena belum ditemukan kembali lapangan minyak yang besar dan signifikan di Indonesia sampai saat ini.

Namun, apabila kita lihat grafik berwarna merah yaitu dimulainya produksi gas sejak tahun 1976, ketika pertama kali lapangan Arun dan lapangan Bontang mulai mengekspor LNG, selalu terjadi peningkatan produksi sehingga pada tahun 2001, produksi gas secara equivalent melebihi produksi minyak sampai saat ini. Perubahan paradigma dari produsen minyak menjadi produsen gas harus diimbangi pula perubahan paradigm perubahan konsumen minyak menjadi konsumen gas, oleh karena itu Pemerintah dengan sangat serius melakukan konversi dari BBM ke BBG di sisi transportasi dan kelistrikan.

Pada APBN 2013 nanti, asumsi makro akan memasukkan minyak dan gas bumi secara bersamaan, dan ini merupakan pertama kalinya komponen gas dimasukkan sebagai salah satu parameter ekonomi makro dalam APBN. Oleh karena itu, apabila digambarkan produksi migas secara bersama-sama, maka tahun 2012 adalah tahun terendah sebagai titik nadir produksi migas nasional, kita berhadap pada tahun 2013 dan seterusnya terjadi peningkatan kembali produksi, terutama didorong oleh produksi gas dari berbagai lapangan dan selesainya proyek minyak di lapangan Banyu Urip Cepu yang diperkirakan mampu memproduksi sekitar 165 ribu barel minyak per hari.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri yang biasa dikenal dengan tugas Pemerintah melakukan PSO (Public Service Obligation), maka dalam waktu tidak terlalu lama Pemerintah bersama investor akan membangun 3 buah kilang minyak masing-masing 300 ribu barel minyak per hari, sehingga total tambahan sebesar 900 ribu barel minyak per hari tersebut melebihi kapasitas kilang saat ini yang baru sekitar 800 ribu barel minyak per hari. Khusus mengenai ketersediaan gas yang berada di Natuna, Kalimantan Timur, Sulawesi maupun Papua, tentunya dapat dimafaatkan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dengan membawa sebagian gas tersebut ke pusat-pusat industri di Pulau Jawa dan Sumatera. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas penerima gas LNG yang dikenal dengan SRU (Gas Storage and Receiving Unit) harus terbangun di Aceh, di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Begitu pula pipa di darat sebagai tulang punggung distribusi akan dibangun dari Arun sampai Belawan, dan dari Cirebon melalui Semarang sampai Gresik.

Dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini pula, satu unit alat penerima gas tersebut suah selesai dan mulai diproduksikan pada juni 2012 ini di utara Jakarta yang dikenal dengan FSRU Jabar yang dioperasikan oleh perusahaan dalam negeri yaitu Nusantara Regas, yang merupakan konsorsium dari PT Pertamina dan PT PGN. Pada tahun ini sedang dimulai infrastruktur gas untuk kendaraan sebagai usaha mengubah konversi penggunaan BBM ke BBG telah mulai berjalan dalam hal pembangunan 37 unit SPBG, tender pengadaan converter kit sebanya 15 ribu unit dan 14 bengkel BBG. Hasil dari kegiatan ini diharapkan pada tahun 2013 converter kit, SPBG dan bengkel tersebut sudah akan beroperasi pula, ditambah pula penjajakan kerjasama dengan swasta seperti Astra, Gaikindo, Carrefour, dan supermarket besar lainnya untuk memungkinkan menempatkan mobile SPBG di tempat-tempat parkir yang luas sehingga para pelanggan yang sedang berbelanja bisa memanfaatkan untuk mengisi gas bagi mobil yang menggunakan BBG.

Bapak, Ibu, dan Hadirin yang saya cintai,

Kesempatan berikut saya ingin memberi gambaran bahwa tingkat elektrifikasi nasional yang pada tahun 2006 baru sekitar 63%, pada tahun 2011 sudah mencapai 73% dan diharapkan pada tahun 2014 bisa mencapai 80%. Ini artinya rasio elektrifikasi nasional harus sudah bisa menjangkau daerah-daerah terpencil dan tempat-tempat yang sulit baik di pedalaman maupun di tempat tempat terpencil, tentunya biaya yang diperlukan pun jauh lebih besar dibandingkan meningkatkan elektrifikasi yang selama ini di Jawa dan Sumatera yang lebih mudah untuk dijangkau.

Distribusi elektrifikasi per provinsi pada tahun 2012 pada umumnya sudah diatas 60% kecuali NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo, malah Papua hanya memiliki rasio elektrifikasi sebesar 36% saja. Hal ini menjadi perhatian khusus pemerintah sehingga dengan berat hati pada tahun 2013, ada kenaikan TTL agar jumlah subsidi yang akan diberikan kepada masyarakat tidak terlalu melonjak tinggi, sehingga dana yang dimiliki pada APBN dapat dipergunakan untuk membangun infrastruktur yang kita butuhkan. Walaupun demikian, kenaikan TTL tidak diberlakukan kepada pelanggan 450 dan 900 watt yang merupakan masyrakat golongan yang baru menikmati kemakmuran, dan ternyata kelompok ini sebanyak 39 juta pelanggan atau dapat equivalent dengan 120 juta penduduk.

Pada tahun 2013 nanti pun direncanakan akan dibangun tidak kurang 3 juta pelanggan baru untuk mengejar peningkatan rasio elektrifikasi. Walaupun pernah mengalami keterlambatan, namun program listrik 10.000 MW tahap pertama kini mulai menunjukkan hasil dan pada tahun 2012 ini setidaknya aka nada tambahan listrik sebesar 3 ribu MW dan seluruh program tahap I ini akan selesai pada tahun 2014.

Yang sangat menarik pada pengadaan listrik 10.000 MW tahap kedua adalah digunakannya sebanyak 66% dari sumber energi baru terbarukan terutama panas bumi, dimana total investasi yang akan bergulir pada tahap kedua ini tidak kurang dari 169 triliun rupiah. Program tahap kedua ini diharapkan sudah mulai memberikan kontribusi pada tahun 2013 dan akan berakhir pada tahun 2020.

Sebagai tahap awal dalam menumbuhkan energi baru terbarukan dalam pembangkitan listrik yang sekaligus mendukung terjadinya bauran energi saat meningkatkan rasio elektrifikasi maka pemerintah telah dan akan mengeluarkan peraturan tarif pembelian energi di sisi hulu baik untuk biomasa, panas bumi, mini dan mikro hidro, gas sampah kota, surya, dan angin. Sebagai contoh yang sebeumnya harga jual panas bumi maksimal sebesar 9,7 USD per kWh kini sudah dinaikkan menjadi antara 10 sampai 18,5 USD per kWh, sehingga investor di bidang kelistrikan dari energi baru terbarukan menjadi bergairah untuk menyelesaikan proyek-proyeknya dan berkeinginan membangun kembali energi baru dan terbarukan di masa yang akan dating.

Bapak, Ibu, dan Hadirin yang saya cintai,

Sebagai penutup saya ingin sampaikan hal yang sangat penting yang menjadi pesan UUD 1945 dalam hal sumber daya alam, yaitu tanah dan air dipergunakan untuk setinggi-tingginya kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 tahun 2009, yang diantaranya melarang melakukan ekspor barang mentah dari hasil pertambangan sehingga harus dilakukan pembersihan dan peningkatan kuaitas bijih terlebih dahulu sebelum diekspor ke luar negeri dengan menggunakan alat pengolah yang biasa disebut smelter. Dalam pasal di undang-undang tersebut, para kontraktor diberi waktu lima tahun untuk membangun peralatan dimaksud dan bagi pengusaha yang baru harus sudah secara otomatis mempersiapkan peralatan smelter tersebut, sehingga pada bulan Februari tahun 2014 kewajiban bagi semua perusahaan pertambangan untuk memiliki smelter dan hanya melakukan ekspor barang jadi sudah dapat dilakukan.

Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012 pada bulan Februari 2012 yang mewajibkan seluruh perusahaan pertambangan harus memiliki sertifikat Clean and Clear yang didalamnya mengandung tiga unsur utama, yaitu Pertama memiliki izin usaha yang benar dan tidak tumpang tindih; Kedua memiliki rencana pengembangan, pembangunan smelter, dan rencana reklamasi lingkungan; dan Ketiga membayar pajak dan royalti sesuai ketentuan.

Latar belakang dari UU dan Permen ini adalah apabila Indonesia menjual barang mentah bernilai satu rupiah akan menjadi puluhan bahkan samai ratusan kali pendapatan dapat diperoleh apabila bijih tersebut diolah terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi, sehingga baik pengusaha, Pemerintah, dan daerah akan menikmati lebih banyak lagi hasil dari sumber daya alam Indonesia. Di sisi lain, keterjaminan lingkungan dan pendapatan negara melalui pajak serta kericuhan dalam kepemilikan wilayah kerja dapat sekaligus dibenahi.

Pabrik pengolahan dan pemurnian yang telah beroperasi selama ini baru sebanyak 7 buah, dan yang mengajukan rencana pengolahan dan pemurnian sebelum Permen dikeluarkan sudah ada sebanyak 24 perusahaan, yang sangat menggembirakan setelah Permen dieluarkan ada 154 perusahaan yang berencana membangun pengolahan dan pemurnian. Artinya bahwa cita-cita luhur untuk mengkatkan pendapatan negara dari hasil sumber daya alam disambut baik oleh para investor.

Hal lain yang menjadi perhatian Pemerintah adalah melakukan renegosiasi terhadap kontrak-kontrak karya di bidang mineral dan kontrak di bidang batubara, agar terjadi pula tambahan pendapatan bagi negara. Sampai saat ini dari 111 proses renegosiasi yang sedang dilakukan, yang telah menyetujui seluruh objek negosiasi adalah sebanyak 65 perusahaan, namun 41 perusahaan lainnya baru setuju beberapa objek, sementara objek lainnya masih dilakukan negosiasi, dan hanya 5 perusahaan saja yang benar-benar belum mau memberikan persetujuannya.

Hadirin yang berbahagia,

Sebagai kata akhir saya ingin menyampaikan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dengan segala peraturan dan perundangan yang berlaku selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, menambah jumlah lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan tetap menjaga lingkungan, sesuai dengan moto pemerintah saat ini yaitu Pro Poor, Pro Job, Pro Growth, dan Pro Environtment.

Dan kami sangat yakin pada saat ini posisi Indonesia yang ke-16 dunia benar-benar akan mencapai posisi ke-7 pada tahun 2030 dengan syarat kita semua bersama-sama melakukan kolaborasi dan koordinasi secara gotong royong.

Terima kasih atas segala perhatian dan keseriusan Bapak, Ibu dan Hadiri sekalian telah mendengarkan pidato yang saya sampaikan sebagai tambahan pengetahuan mengenai kondisi Indonesia saat ini.

Terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Ir. Jero Wacik, SE

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

[t]
Download Orasi Ilmiah

[/t]