Esaunggul.ac.id, Dosen FDIK Muhammad Fauzi Gelar “Pameran Tunggal Seni Fotografi Asta” dalam acara Lir-Ilir Bulan Purnama yang diadakan di Taman Hutan Lemah Putih Surakarta, tanggal 10 Januari 2020, dengan Tim Kurator : Prof. Dr. Dharsono. M.Sn, Dr. Guh S Mana, Dr (Cand) Sigit P.A. M.Sn. Penyaji : Dr. (Cand) Muhammad Fauzi. M.Ds.

‘Lir-Ilir’ adalah malam pertunjukan yang diselenggarakan setiap sebulan sekali yang tanggalnya ditetapkan setiap malam bulan purnama. ‘Lir-Ilir’ ini diawali oleh gagasan untuk meneruskan tradisi malam terang bulan, di mana menurut tradisi Jawa, malam hari ini dianggap sebagai waktu sakral dan memiliki energi yang kuat.

Acara didukung oleh Bapak Galih Naga Seno. M.Sn selaku CEO Taman Hutan Lemah Putih dan Bapak Yuliatmono selaku Bupati Karanganyar Solo serta Departemen Pascasarjana ISI Surakarta yang mendukung jalannya acara ini. Semoga dapat bermanfaat dan membahagiakan bagi masyarakat.
Fotografi Asta, Dalam bahasa Jawa kita mengenal kata “Asta” yang berarti “Tangan” kata Asta berasal dari bahasa Jawa Krama. Asta merupakan Estetika dan Cita Rasa Jiwa, Keindahan Ilmu Jiwa Jawa terletak pada Indigenous Psychology yang selalu berkiprah pada akar pribumi. Asta yang dimaksud dalam penciptaan karya seni ini merupakan subyek karya seni sehingga nantinya akan menjadi sebuah kata atau bahasa yang dikenal oleh seluruh masyarakat melalui tema karya seni yang dibuat.
Fauzi sebagai penyaji berharap Pameran Seni Fotografi Asta disini dapat membawa sejuta kebaikan, mengubah pandangan manusia menjadi lebih positif dalam kehidupan. Seni adalah alat komunikasi manusia yang paling indah, begitu juga Isyarat Asta merupakan wujud yang penuh nilai estetis, demikian akhirnya menjadi sebuah insiprasi penciptaan seni fotografi. Penciptaan karya seni fotografi Asta disini juga sebagai penghormatan kepada kaum disabilitas yang mengajarkan untuk saling bertoleransi dan mewujudkan kasih sayang ditengah keragaman tanpa memandang tentang fisiknya, agamanya, ras, suku dan lainnya.

Penyaji pameran Muhammad Fauzi adalah seorang disabilitas tuli sejak usia empat tahun, divonis jatuh sakit dan tidak memungkinkan kembali pendengaran menjadi normal dan harus menerima kenyataan pahit seperti ini selama tiga puluh tahun dalam kesunyian. Sehari-hari menggunakan komunikasi bahasa bibir, gerakkan tangan dan selebihnya bahasa isyarat sebagai alat bantu komunikasi yang efektif. Didalam kehidupan bermasyarakat mengenai “diskriminasi” itu nyata terhadap kaum disabilitas yang tidaklah sedikit terutama bahasa isyarat tangan yang sering menjadi bahan olok-olokan masyarakat.

Dengan prinsip “Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisik, tetapi datang dari semangat yang gigih.” adalah kunci yang membuat saya kuat dalam meneruskan hidup dan mensyukuri nikmat yang lainnya diberikan oleh Tuhan. Hingga detik ini penyaji Muhammad Fauzi diberi kesempatan menjadi pengajar tetap di Universitas Esa Unggul Jakarta dan juga sedang menyelesaikan Studi Doktoral (S3) di ISI Surakarta.