Prof Maksum Dosen dan Ahli Mikrobiologi

Prof Maksum Dosen dan Ahli Mikrobiologi

Esaunggul.ac.id, Sehubungan dengan semakin merebaknya penyebaran Corona Virus varian Delta di Indonesia, Pemerintah menargetkan 208.265.720 penduduk sudah divaksinasi COVID-19 guna mencapai herd immunity.

Pandangan terkait Herd Immunity di Indonesia pun datang dari Dosen Farmasi sekaligus Ahli Mikrobiologi UEU, Prof Dr Maksum Radji M. Biomed. Dirinya mengatakan massifnya penyebaran berbagai varian virus SARS-Cov-2 termasuk varian Delta di Indonesia, maka untuk mencapai herd immunity di Indonesia, perlu disesuaikan dan tidak lagi 70-75 persen penduduk yang divaksinasi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa varian Alpha 70 persen lebih menular dibanding varian asli.

“Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa varian Alpha 70 persen lebih menular dibanding varian asli. Varian Alpha akan menulari 5-6 orang lainnya, Sedangkan varian Delta 40 persen lebih menular daripada varian Alpha. Menurut Imperial College London, Inggris, virus varian Delta ini dapat menular dari 1 orang ke 8 orang lainnya, dengan demikian untuk mencapai herd immunity tidak cukup 70-75 persen. Sehingga proporsinya naik menjadi 84.6 persen, atau sekitar 228 juta penduduk yang perlu divaksinasi guna mencapai herd immunity”, sambungnya.

Vaksinasi di Universitas Esa Unggul

Vaksinasi di Universitas Esa Unggul

Dirinya pun menerangkan saat ini pemerintah menargetkan 70 persen dari penduduk Indonesia, atau sekitar 208 juta orang, masing-masing mendapatkan 2 dosis, berarti lebih 416 juta dosis vaksin yang perlu disiapkan.

“Walaupun Indonesia termasuk negara yang giat mengupayakan tersedianya beberapa jenis vaksin COVID-19 melalui kerjasama bilateral dan multilateral, namun ketersediaan vaksin yang telah diterima saat ini, jumlahnya masih sekitar sepertiga dari kebutuhan vaksin COVID-19 yang diperlukan guna mencapai herd immunity”. ucapnya

Dari data terakhir yang Maksum rangkum dari Kementrian Kesehatan, “varian Delta di Indonesia mencapai 1.368 kasus hingga 7 Agustus 2021. Jumlah tersebut tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Selain varian Delta ada variant of concern Corona lainnya yaitu varian Alfa dan varian Beta, juga terdeteksi di Indonesia. Varian Delta mendominasi 86 persen spesimen yang dilakukan sequencing-nya”, jelasnya.

Mengenai tingginya angka kematian akibat COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir, Maksum mengatakan bahwa salah satu penyebab adalah masih tingginya angka keterisian rumah sakit, di berbagai rumah sakit di Indonesia.

“Angka keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) saat ini masih tinggi, khususnya di beberapa daerah di luar pulau Jawa dan Bali. Angka BOR ini masih di atas dari ambang batas yang ditentukan oleh WHO yaitu 60 persen. Walaupun pertambahan kasus harian COVID-19 sudah mulai memperlihatkan penurunan pada minggu ini dibandingkan dengan minggu-minggu sebelumnya, namun masih tingginya angka BOR ini dapat berdampak pada masih sulitnya penderita COVID-19 untuk mendapatkan perawatan yang memadai di rumah sakit. Sehingga masih banyak pasien COVID-19 bergejala sedang atau berat terpaksa melakukan isolasi mandiri di rumah dan tidak memperoleh penanganan dan perawatan yang memadai”, paparnya.

“Saat ini, menurut data Kementrian Kesehatan laju penularan COVID-19 mengalami pergeseran ke luar Jawa-Bali. Beberapa wilayah mengalami kenaikan drastis kasus COVID-19 hingga mencapai 270,4 persen dalam sebulan, pada 9 Juli-8 Agustus 2021. Kenaikan tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 516,2 persen, Nusa Tenggara 395,7 persen, Kalimantan 324,3 persen, Sumatera 209,5 persen, serta Maluku dan Papua 159,1 persen”.

“Peningkatan kasus corona di luar Jawa-Bali perlu diwaspadai mengingat hingga 8 Agustus 2021, ada 13 provinsi di luar Jawa yang tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit untuk penanganan COVID-19 masih di atas 60 persen”, lanjutnya.

Butuh Dukungan Semua Pihak

Sehubungan dengan masih tingginya kasus COVID-19 Indonesia, Prof. Maksum menyarankan bahwa sangat diperlukan dukungan, kerjasama, dan peran serta masyarakat luas termasuk para tokoh agama guna bahu-membahu untuk menanggulangi badai COVID-19 ini secara maksimal. Dengan saling mendukung dan bekerja sama, insyaAllah kita akan dapat keluar dari masalah kemanusiaan di negeri ini.

Hal yang harus dilakukan guna menurunkan tingginya kasus COVID-19 di Indonesia, menurut Maksum yakni pertama Indonesia perlu menaikkan jumlah pemeriksaan spesimen (testing), dan pelacakan kontak erat (tracing) harian untuk melacak orang-orang yang positif, disamping melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

“Saat ini, angka testing di Indonesia masih jauh dari ideal. Indonesia perlu menaikkan testing sekitar 500 ribu hingga 1 juta per-hari. Selain meningkatkan program 3 T (Testing, Tracing, dan Treatment) perlu terus meningkatkan genomic survaillance untuk antisipasi adanya penyebaran varian baru SARS-COV-2 di Indonesia. ”

Hal kedua yang dapat dilakukan yakni meningkatkan kecepatan vaksinasi massal. Menurut data https://www.bloomberg.com/ tanggal 12 Agustus 2021, Indonesia baru melakukan vaksinasi sebanyak 19.5 persen vaksinasi dosis pertama dan 9.6 persen vaksinasi dosis kedua. Hal ini berarti vaksinasi dengan dosis lengkap baru mencapai sekitar 10 persen dari target vaksinasi di Indonesia.

“Dengan kecepatan rerata vaksinasi di Indonesia 1.010.082 dosis per-hari, maka diprediksi membutuhkan waktu sekitar 11 bulan lagi guna mencapai 75 persen cakupan vaksinasi COVID-19. Oleh sebab itu Indonesia perlu meningkatkan vaksinasinya minimal 2-3 kali lipat dari angka rerata saat ini guna mencapai herd immunity sesuai dengan target pemerintah yaitu pada bulan April 2022 mendatang”, imbuhnya.

Diakhir, Maksum menyimpulkan sejumlah upaya tersebut tentunya harus didukung oleh sejumlah pihak baik dari pemerintah, pelaku kesehatan, organisasi sosial, industri, dan masyarakat umum guna mencapai kondisi herd immunity di Indonesia.

“Target mencapai peningkatan cakupan vaksinasi massal dan upaya meningkatkan 3T (testing, tracing dan treatment) serta meningkatkan kepedulian masyarakat untuk tetap disiplin dalam mentaati protokol kesehatan perlu terus menerus dilakukan, guna mencapai kondisi herd immunity di Indonesia agar secepatnya dapat memutus mata rantai penyebaran COVID-19,” tutupnya.