Disampaikan oleh :   Andi Mattalata

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

Pada acara Wisuda Sarjana dan Pascasarjana

Universitas Esa Unggul

Jakarta, 22 Oktober 2008

“BUDAYA HUKUM DALAM RANGKA MENINGKATKAN DISIPLIN NASIONAL”

Bismillaahir-rohmannir-rohim

Yth.    Rektor/Ketua Senat Universitas Indonusa Esa Unggul

Yth.    Dewan    Penyantun,   Anggota   Senat   Guru    Besar   Universitas,

Pembantu Rektor, Dekan Fakultas, Direktur Program Universitas Indonusa Esa Unggul

Yth. Para Staf Pengajar, Staf Administrasi dan Mahasiswa Universitas Indonusa Esa Unggul,

Undangan dan hadirin yang kami hormati,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh,

 Selamat pagi, dan salam sejahtera bagi kita sekalian

Di hari yang penuh rahmah dan barokah ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wato’alo, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang masih memberikan kesempatan kepada kita untuk berkumpul di sini, dalam rangka dalam rangka acara “Wisuda Semester Ganjil Tahun Akademik 2008/2009″, dan pada saat ini saya akan menyampaikan orasi ilmiah dengan judul ” Budaya Hukum Dalam Rangka Meningkatkan Disiplin Nasional.

Semoga kita semua senantiasa mendapat lindungan, taufik dan hidayah-Nya. Dalam kesempatan ini pula, saya sampaikan terlebih dahulu ucapan terima kasih kepada Rektor dan Panitia Wisuda Universitas Indonusa Esa Unggul yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan untuk menyampaikan Orasi llmiah ini.

Hadirin yang berbahagia,

 Pembangunan hukum sebagai bagian integral dari sistem Sistem htflaim pembangunan nasional,  secara strategis merupakan landasan dan menjadi perekat bidang pembangunan lainnya serta sebagai  faktor integratif, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pembangunan sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Rl Tahun 1945.

Pelaksanaan pembangunan hukum harus dilakukan secara komprehensif mencakup substansi hukum,  kelembagaan hukum dan budaya hukum serta dibarengi dengan penegakkan hukum secara tegas dan konsisten dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga aktualisasi fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan, instrumen penyelesaian masalah secara adil serta sebagai pengatur perilaku masyarakat untuk menghormati hukum dapat dicapai.

Dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur tersebut, sudah barang tentu harus dilakukan melalui suatu sistem perencanaan pembangunan nasional yang terarah berkesinambungan secara terpadu. Pembangunan nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan kesatuan nasional sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang  Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pembangunan hukum memiliki tiga unsur, yakni substansi, struktur dan unsur budaya hukum. Unsur substansi hukum adalah unsur perundang-undangannya. Unsur struktur hukum adalah unsur pr.anatanya: pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan sebagaianya. Sementara unsur budaya hukum ini menyangkut masyarakat, orang-orang, dan tingkah laku mereka.

Untuk itu sudah waktunya diperlukan arah pembangunan hukum yang jelas dengan memberi porsi yang lebih besar kepada pembangunan budaya hukum, karena pembangunan hukum tidak hanya dilihat dari sisi peraturannya, tetapi juga yang perlu dibangun adalah sisi prilakunya, sisi nuraninya, membangun kembali kualitas moralnya seperti nilai-nilai kejujuran, pengendalian diri, rasa malu serta kepedulian sebagai ranah moral akan memberi sumbangan yang kuat dalam membangun budaya hukum.

Kesadaran hukum atau kesadaran berhukum itu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, seperti kepentingan pribadi atau faktor dari luar, seperti kekuasaan dan faktor materiil. Ini menyebabkan kesadaran hukum bisa melemah, atau bisa menguat. Karena itu yang mesti kita tata adalah kesadaran hukum, agar budaya hukum tidak mengalami degradasi.

Jika ditelaah lebih lanjut, kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali.

Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Bahkan dapat ditegaskan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat. Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan.

Kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu “blueprint of behaviour” yang memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat.

Memaksimalkan kesadaran hokum dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui

kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan.

Hadirin yang berbahagia,

Membangun budaya hukum tidaklah semudah membalik telapak tangan. Dari data penghuni lapas, hal yang ironis terjadi justru setelah setelah reformasi, di mana jumlah narapidana pada tahun 2006 adalah sebanyak 116.688 orang, dan meningkat dengan pesat pada tahun 2007 menjadi 130.832 orang, dengan tingkat kelebihan penghuni (over capacity) sekitar 45%. Dan yang sangat mengkhawatirkan dari jumlah narapidanan ini, sejumlah 40% didominasi oleh kasus narkoba.

Setelah 10 tahun reformasi bergulir, ternyata potret hukum negara kita belumlah menunjukkan perbaikan yang signifikan, karena permasalahan degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat masih mengemuka dewasa ini. Gejala ini ditandai dengan meningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat baik kepada substansi hukum maupun kepada struktur hukum yang ada. Hal ini telah tercermin dari peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat.

Pada tataran akar rumput, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku kriminal,  pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat yang terjadi secara terus menerus tidak  seharusnya dilihat sebagai sekedar eforia yang terjadi pasca reformasi. Dibalik itu tercermin  rendahnya budaya hukum masyarakat karena kebebasan telah diartikan sebagai ‘serba boleh’ dan timbulnya  kesan seolah-olah masyarakat adalah ‘penegak hukum’. Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban  hukum juga relatif rendah.

Karena itulah seperti yang telah dikemukakan salah satu upaya dalam membangun dan menciptakan budaya  hukum masyarakat adalah melalui pendidikan hukum secara umum yang ditujukan kepada

dengan sasaran seluruh masyarakat termasuk penyelenggara negara dan aparat penegak hukum. Hal ini  sejalan dengan pengarahan Presiden Rl pada Pembukaan Konvensi Hukum Nasional pada bulan April 2008,  bahwa seluruh penyelenggara negara bertanggung jawab terhadap terdiseminasikannya hukum kepada seluruh  lapisan masyarakat sehingga masyarakat memahami hukum secara utuh yang secara langsung merupakan  langkah preventif agar tidak terjadi pelanggaran hukum.

Hukum itu ternyata tidak pernah berpihak kepada mereka yang lalai dan mereka yang tidak tahu bahwa  hukum itu ada, karena asas hukum mengatakan bahwa semua orang dianggap sudah tahu hukum. OLeh karena  itu alasan kita tidak tahu hukum tidak dapat menjadi pembenar. Karena itu, yang harus kita lakukan  adalah mendiseminasikan hukum kepada masyarakat karena itu adalah bagian dari tugas kita. Jadi  pemerintah akan berdosa kalau banyak rakyatnya yang melanggar hukum karena ketidaktahuan mereka akan  hukum itu sendiri.

Pelaksanaan diseminasi dan penyuluhan hukum adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari penerapan  prinsip yang menyatakan bahwa “setiap orang dianggap tahu hukum”. Penerapan prinsip tersebut tanpa  dukungan sosialisasi hukum yang baik, dapat berakibat tidak terlindunginya masyarakat itu sendiri  karena masyarakat dapat terjebak dalam pelanggaran yang mungkin dia tidak ketahui dan kehendaki.

Dari pengalaman yang selama ini berlangsung, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi hukum merupakan salah satu yang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kegiatan ini harus ditingkatkan melalui koordinasi secara nasional, terpola, dan terstruktur secara baik, dengan memanfaatkan seluruh infrastruktur  pendukung dan partisipasi aktif masyarakat,media elektronik maupun non elektronik serta saluran- saluran lainnya seperti pemanfaatan teknolohi informasi dan Iain-Iain. Tindakan law enforcement dalam semua sektor hukum, harus selalu dibarengi dengan upaya preventif  berbentuk sosialisasi produk-produk hukum secara optimal. Berhasilnya upaya preventif, sehingga tidak  terjadi, atau tekuranginya pelanggaran hokum, akan lebih maslahat dan tidak menimbulkan kerugian yang  lebih besar, dibandingkan dengan upaya represif setelah terjadinya pelanggaran.

Salah satu tantangan dalam edukasi hukum menuju budaya hukum adalah bagaimana membuat hukum itu tidak  menjadi sesuatu yang sangat menakutkan di masyarakat. Karena kita tahu bahwa hukum itu tidak untuk  balas dendam, bahwa pidana itu tidak untuk balas dendam. Seseorang dipidana itu agar dia bisa berpikir  dan bertindak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.

Hadirin yang saya hormati,

Diseminasi dan pembudayaan hukum itu harus dilakukan dari mulai komunitas yang paling kecil. Keluarga  adalah komunitas yang paling kecil. Membangun disiplin dari tiap anggota keluarga merupakan langkah  awal dalam pembudayaan hukum. Dengan demikian, anak-anak mulai diajari tertib sejak masih kecil.

Dalam bahasa Indonesia sehari-hari kata ‘disiplin’ sering dihubungkan dengan tindakan atau perilaku yang mencerminkan ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap keteraturan, misalnya bagun tepat waktu,  ke sekolah tepat waktu,bekerja tepat waktu, bekerja sesuai dengan prosedur, dan bekerja dengan  semangat dan konsistensi tinggi.

Membangun budaya hukum masyarakat merupakan bagian dari upaya nation character-building. Membangun sikap dan mengubah mental bangsa, yang selama ini terlanjur dibebani stigma-stigma negatif sebagai bangsa yang cenderung masih toleran terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum. Beberapa contoh mungkin bisa kita ingat kembali. Di bidang hak kekayaan intelektual, Indonesia pernah masuk dalam priority watch list, karena tingkat pelanggaran HKI yang begitu luar biasa tentang HKI di Indonesia sudah sangat lengkap dan bahkan selalu dimutakhirkan. Melalui penerapan prinsip law as a tool of social engineering, beberapa negara berhasil mengubah pola  pikir, karakter, dan budaya hukum masyarakatnya, menjadi demokratis, dan menjunjung tinggi HAM, tanpa  mengingkari kenyataan dan prinsip legalitas, dan menjadikan segala fakta filosofis, sosiologis,  yuridis yang ada dalam sejarah sebagai modal untuk membangun hukum modernnya.

Saat ini salah satu juga yang selalu didengungkan dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat  adalah bukan “jangan melanggar hukum”, namun lebih dari itu, “jangan mendekati pelanggaran hukum itu  sendiri”. Misalnya, awalnya mungkin orang hanya melongok rumah orang lain yang tidak ada penghuninya.

Tindakan itu sudah mendekati melanggar hukum. Kemudian ia masuk ke dalam. la tidak mencuri apapun, hanya melihat-lihat. Tapi besoknya ia mengulangi, dan ia mulai melihat bawha di rumah tersebut terdapat laptop, la mulai tergiur dan mengambil itu. Tapi saat mengambil, yang punya rumah masuk.

Karena itu, ia panik, kemudian ia pukul sampai meninggal yang punya rumah itu. Awalnya ia tidak  berniat membunuh, tapi karena rasa takut yang tiba-tiba itu maka ia bertindak secara reaktif.

Jadi awalnya tidak ada niat untuk bertindak pada tingkat pidana tertentu. Awalnya tidak ada niat tapi  berakhir pada tindakan fatal. Mungkin pada suami dan istri. Awalnya adalah bertengkar biasa, tapi  kemudian sama-sama emosi dan sama-sama membawa pisau. Dan terjadi fatal. Karena itu himbauan kita adalah jangan dekati pelanggaran. Kita meminimalisir hal itu. Sama seperti narkoba, selalu diawali dengan ketidakinginan dan tidak ada niat ke arah situ.

Hadirin sekalian

Selain berbudaya hukum, masyarakat juga harus diarahkan menjadi masyarakat yang cerdas hukum.

Masyarakat cerdas hukum kebolehan dan larangan-larangan, memahami keuntungan dan resiko apa saja yang akan dialami terkait perbuatan hukum yang dilakukannya.Teliti dan cermat, dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan- tindakan hukum, mampu menjauhi segala perbuatan yang dapat menimbulkan pelanggaran hukum. Kemampuan menghindari perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum adalah salah satu wujud  kecerdasan hukum masyarakat, sebab seringkali logika tidak bisa lagi diandalkan ketika seseorang yang  tidak berniat sama sekali untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan yang lebih serius tetapi kemudian  melakukannya karena dalam keadaan tertekan oleh perasaan dan ketakutannya yang dapat datang sesaat dan  tiba-tiba.

Unsur lain kecerdasan hukum masyarakat adalah kemampuan untuk berperan serta dalam upaya mewujudkan negara hukum yang demokratis, melalui kontribusi pemikiran dalam rangka penbangunan hukum nasional,  sehingga hukum yang dibuat benar-benar dapat mencerminkan nilai filosofis, sosiologis dan yuridis.

Akhirnya sebagai konklusi, dapat dikemukakan beberapa hal dalam rangka mendukung upaya pembudayaan dan  kecerdasan hukum masyarakat, yakni: Pertama, upaya pembudayaan hukum harus dilakukan dari lingkup terkecil masyarakat,. yakni keluarga.

Dengan memulai budaya hukum di keluarga, maka disiplin dan tertib hukum dapat dibiasakan sejak usia dini. Kedua, sosialisasi berbagai materi hukum, perlu terus diupayakan agar setiap perkembangan terbaru mengenai perundang-undangan diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Dengan demikian, ketersediaan dan kemudahan akses terhadap informasi materi hukum sqcara mudah, menjadi bagian penting dari upaya pembudayaan hukum masyarakat. Ketiga,   Budaya   Hukum   Masyarakat   harus   dibangun   parallel sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri dalam mewujudkan budaya hukum, sehingga disiplin nasional dapat terlaksana.

Keempat, pembentukan pola dan program pembudayaan hukum secara terpadu, terencana dan didasarkan kepada fakta-fakta permasalahan hukum yang terjadi.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan melalui forum wisuda ini.

Wabillahittaufik wal hidayah Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Jakarta, 22 Oktober 2008

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Andi Mattalatta